Friday, August 12, 2011

Walau Hanya Sejenak Saja






Izinkan kulepas penat ini ....
 dan biarkan kuterbang pada biru langitmu
diantara gemawan yang berarak di tak terbatas putihmu


Hai lembut.....
kukisahkan padamu bergejolak resah
Tentang tandus bumi yang menanti hadirmu 
Seakan tiada harap kau akan kembali
Tawarkan kembali teduhmu di bawah bayangmu


Masihkah kau simpan hujan ?
Kekasih yang setia pada basah gerimisnya
Mengeja rintiknya satu persatu 
Bak pena penulis lukiskan rindu sang renjana


hmmm.....kutahu kaupun masih sembunyikan pelangi
Agar tak sesiapa mencuri jelitanya
Dan tetap sempurna dalam cahaya senja sehabis hujan...


Wahai pemilik bulir-bulir di  lautan
yang setia kepada angin kemanapun ia memperjalankan
Bawalah aku ke negri kedamaian
Yang tiada galau dan kegelisahan
Dimana bercucuran air ketentraman kan membasahi kalbu
Melipurkan luka yang menggores hati
Dan selimuti sukmaku pada satu rindu


Sebentar saja....
Walau hanya sejenak saja....


***

Foto illustrasi awan milik Nita Kurniasari di http://www.facebook.com/photo.php?fbid=2305687967650&set=at.2305685127579.2139476.1412802731.100000084182559&type=1&theater

Friday, July 22, 2011

Di Al-Fatihah ke Seribu Kita Bertemu

Lembayung senja rebah di hamparan gulita, saat tangan Syam memeriksa labu  infus ketiga di tepi pembaringan istrinya. Warna marun darah yang mengallir pelan di selang infus nampak enggan melewati ruang pandang Syam yang berkabut.

"Jangan ditutup Kak", Annisa berkata lemah, mencegah suaminya menutup gordyn biru di ruang itu.

"Aku ingin memandang senja dan mendengar suara bayi kita".

"Tidakkah kau kedinginan Dik ?, udara di luar dingin sekali"

"Tak apa sayang, dingin kali ini tak akan mengalahkan kangenku kepada anakku"

Syam tersenyum getir, diusapnya kepala istri yang dicintainya. Ini tahun ketiga belas pernikahan mereka, dan bayi cantik di ruang perinatal itu anak pertama yang dihadiahkan Tuhan bagi mereka. Hanya saja, perdarahan hebat di ruang O.K. rumah sakit yang dialami Annisa telah melukis warna kelabu di antara kebahagiaan mereka.


Syam mengutuk ketegarannya yang hilang entah dimana. Seharusnya ia lebih siap menghadapi saat-saat seperti ini. Penyakit Lupus yang diderita istrinya sejak lama telah menyalakan signal peringatan sejak dini kehamilannya. Betapapun penjagaan dan persiapan telah dilakukan, namun kenyataan tak dapat dicegah. Annisa kehilangan banyak darah pada saat perjuangannya melahirkan putri mereka.


"Apa yang sedang kau baca dik ?"

"Al-Fatihah, untukmu dan anak kita"

Syam memperhatikan batu tasbih di tangan perempuan yang dikasihinya, bertawaf di jemarinya yang lentik seiring bibirnya melafadzkan surat yang dimuliakan.

"Rabby, selamatkan istriku, jangan KAU ambil dia. Betapa ku mencintainya, baru saja KAU anugrahi kami seorang putri". Bisik Syam dalam kalbunya terdalam. Diraihnya kitab Al-Qur'an mungil dari meja rumah sakit yang selalu dibawanya kemanapun ia pergi, dan duduk disamping istrinya menemaninya dalam khidmat membaca ayat.


***


Syam membalikkan wajahnya yang telungkup di pembaringan rumah sakit, sedang punggungnya terasa pegal. Tertidur dalam keadaan duduk seperti itu menghambat darahnya mengalir bebas. Masih jam 2.30 malam, dirasakannya elusan di punggung tangannya memanggilnya. Syam mengangkat wajahnya, nampak Annisa menggerakkan bibirnya, namun Syam tak mampu mendengar suaranya. Diraihnya tangan istrinya, dibawanya telinganya dekat ke wajah bercahaya itu. "Ada apa sayang ?"

"Sudah dekat Kak".Syam tertegun, apa yang diucapkan Annisa, ia tak dapat memahaminya. Namun Syam hanya terdiam, dinantinya kata-kata yang akan mengiringinya.

"Sudah dekat waktunya" Ucap Annisa lemah.
"Aku ingin berterimakasih, terimakasih Kakak telah sudi menjadi suami bagiku" Annisa terdiam sejenak, dihelanya nafasnya berat, namun dalam tarikan yang tenang.

"Mohon maaf, aku belum menjadi istri yang shalihah untuk Kakak. Kuterbangkan Al-Fatihah kepada Rabb kita setiap kuingin membahagiakanmu Kak. Seribu AL-Fatihah untuk setiap hidangan yang kumasak, seribu al-Fatihah untuk pakaian yang kukenakan. Seribu Al-Fatihah untuk kehamilan yang kuinginkan. Aku sayang kepadamu karena Allah."


Syam sesak di dada, ada bulir yang tak tertahankan di teduh matanya. Namun ia terus mendengarkan.


"Baru kuselesaikan Al-Fatihahku. Kuinginkan keselamatan dan kesejahterann untukmu dan anak kita. Jika aku tak sempat lagi bertemu bayiku, sampaikan kepadanya aku mencintainya. Dan jika tak sempat kita berkumpul didunia ini, kuharapkan di yaumil akhir kita akan bertemu".Syam mengusap matanya, ingin ia sembunyikan pilu hatinya. Biarlah senyumnya yang Annisa lihat dalam akhir perjalanannya. Digenggamnya erat tangan lembut kekasihnya, bisiknya


"Ya Allah, inikah saatnya ?", diperhatikannya cahaya yang berkelindan di wajah shalihah istrinya, dan mendengar lirih suaranya."Kita lafadzkan Al-Fatihah ya Kak, mungkin masih ada kesempatan untukku"


Saling menggenggam tangan, suami istri ini melafadzkan ayat kecintaan mereka, yang darinya mereka bersabar menjalani 13 tahun kebersamaannya. Hingga terkulai tangan Annisa di genggaman Syam, dan Syam saksikan ruh istrinya pergi kepada Rabbnya.  Syam sendiri yang menutup mata Annisa dan terus membisikkan dzikir di ruang  pendengaran istrinya, hingga Adzan shubuh mengakhirinya, dan perawat rumah sakit mengetahui keadaannya.

***


Gemawan di kalbu Syam mengkabut kelabu, namun ada ridha mengiringinya. Digendongannya ada bayi mereka, dan bibirnya bisikkan kalimat rahasia, yang hanya ia, Annisa dan Allah saja yang mengetahuinya.

"Selamat jalan istriku sayang, kuterbangkan ayat-ayat kecintaanmu kepada Tuhan kita. Kuharap DIA kan memberiku sama dengan yang telah dikaruniakanNYA kepadamu. Di Al-Fatihah ke seribu, kita kan bertemu".


*Bandung, 17 Juli 2011*

Sunday, July 10, 2011

Dimana Kamu ?

Langit masih menyisakan deris gerimis. Suara penyiar berita  di TV tua  kami tak mampu menepis galauku. Kuperbaiki letak ember di ruang tamuku untuk menampung sisa hujan yang bocor disitu. Bagaimanapun aku berharap, pemilik rumah ini tetap tak mau memperbaiki atap bocornya hingga hutang 3 bulanku terlunasi.

"Mama, Nina mau makan"
"Nina mau makan ? tunggu ya nak, Mama selesaikan jahitan ini dulu ya. Cuma sebentar koq. Sini, dekat Mama, Nina tidur di paha Mama aja, nanti Mama buatkan makanan buat Nina ya"

Itu kata-kata terakhirku sebelum akhirnya Nina tertidur di pangkuanku, sedang aku masih berpura-pura menisik baju tetanggaku.Kuusap perut anakku yang lapar, dan air mataku jatuh di wajahnya yang rembulan. Aku tak punya sesuatu untuk dia makan malam ini. Uang terakhirku telah kubelikan obat si sulung yang tengah demam sore tadi.


Terjerat tatapku di foto yang terpaku di dinding kamar. Ada kamu disitu, gagah bersanding denganku di pelaminan merah kita.

"Dimana kamu  ?

"Sekuat daya kutahan air mata agar tak jatuh disebabkanmu, namun aku tak pernah berhasil. Aku ingin tegar seperti wanita-wanita kuat lainnya. Aku ingin kuat untuk anak-anakku. Anak-anak kita. Ya, aku harus kuat, besok, harus kuhadapi lagi raksasa-raksasa bermuka seram itu. Menagih hutang yang tak pernah aku tahu kau telah meminjamnya untuk menjadi bebanku. Dan kini telah berbunga berlipat kali. Dan hanya Tuhan yang tahu bagaimana akhirku dengan hutang sebesar itu.


Kusesap tandas teh di cangkirku, ingin kunikmati pahitnya hingga di tegukan terakhir malam ini. Mungkin masih bisa kukurangi perih di lambung dan hatiku . Untuk kumpulkan kembali serpih semangatku yang terserak, demi anak-anakku.....bahkan untuk janin yang terus bergerak di rahimku .


Bogor, 8 Juli 2011
Terinpirasi dari kehidupan nyata seseorang yang kukenal 

Dia seorang Ibu dengan 6 orang putra. Kini harus berjuang sendiri tanpa suami yang pergi entah kemana. Bergelut dengan nasibnya untuk membuat anak-anaknya masih bisa makan dan sekolah, sekaligus menghadapi para penagih hutang yang tak berbelas kasih.


Sungguh, di antara hangat kenyamanan kita detik ini, ada tabir yang membatasi kita dengan anak-anak yang merintih kelaparan, dengan anak-anak yang menangis kesakitan karena demam, dengan anak-anak yang pedih hatinya menyaksi ibunya bertahan sendirian dalam tajamnya tikaman kemiskinan, dengan anak-anak yang menatap ibunya dibiarkan sesak tenggelam dalam kerasnya zaman

Thursday, July 7, 2011

Di Syurga Ibu

Sepenuh bumi cinta untuk Ibu
Kutuliskan risalah ini dengan takdzim


***


Benderang siang menyinari hidupmu
Lihat sosok rupamu ...Alangkah rupawannya dirimu
Dengan afiat dan pandaimu, kau dapatkan segala yang kau mau


Ketika malam menaungimu
Kau tentram dalam sejahteramu
Alangkah nyamannya tidurmu
Walau tiada pernah hadir di ruang mimpimu....wajah Ibu


Berdetak-detak jantungmu
Berdenyut-denyut nadimu
Ada darah Ibu disitu


Kau adalah darah dan dagingnya
Kau adalah tulang sumsumnya
Kau adalah hela nafasnya
Yang ia jaga dan sayangi selama hidupnya


Adakah dalam ingatanmu
Saat perut Ibu terasa mulas
Ia memintamu menuntunnya ke ruang bilas
Lalu kau enggan dan menolongnya malas ?


Dahulu perut itu kau buat pula teramat mulas
Bersimbah darah Ibu melahirkanmu sepenuh ikhlas

Dahulu Ibu lekas menggendongmu  saat kau menjerit memelas
Menunggu dan membersihkanmu hingga dari sakit perutmu kau terbebas


Adakah dalam kenanganmu kini
Saat Ibu menahanmu pergi
Ia memintamu tuk menemani
Tapi kau enggan dan menemaninya dalam rajuk dan sepi


Dahulu
Ibu tak pernah tenang bila kau menanti , kemana ia pergi ingin segera kembali
Memburu dan dekapmu kasih,agar kau tak takut dan merasa sunyi


Adakah dalam ruang ibamu
Saat Ibu ingin bertemu
Ia memintamu datang sekedar melepas rindu
Lalu kau enggan dan hampiri ia  dalam acuhmu


Dahulu
Pelukan Ibu adalah anjunganmu,
senyum dan tawanya adalah hiburan terisitimewamu
Ibu tak pernah mengeluh, Ibu mencintaimu




Dahulu kau mencari Ibu saat kau dinista teman
Ibu memandangmu teduh, mengusap rambut dan sentuh dadamu nyaman
Ucapkan kalimat ajaibnya dan merengkuhmu dalam


Dahulu kau memanggil-manggil Ibu saat sakit terasa di badan
Ibu mengobati, dia tak tidur  berjaga semalaman....
Teteskan airmata, kepada Tuhan Ibu pohonkan kesembuhan


Ibu tak lelah mencinta
Hingga kau dewasa ia tetap menderma
Tak habis-habis kasih dan ikhlasnya
Ibu selalu bersedia hingga disudut usia




Berjuta tetesan air susu Ibu tak bisa kami kembalikan
Bercucuran peluh keringat Ibu tak dapat kami gantikan



Siang dan malam Ibu menderita
Bertahun-tahun Ibu kami buat tersiksa
Namun tiada pernah Ibu meminta bayaran
Tiada sekalipun ibu meminta balasan


Duhai ....apakah gerangan budi balasan
Bagi insan melahirkan membesarkan



Sungguh...
Tiada bahagia jika tiada do'a puja restu
Dimanakah ridha Tuhan jika tiada rela Ibu



Kepada Yang Maha Pengasih kami pintakan kini....

Bahagiakanlah Ibu kami wahai Tuhan
Sayangi Ibu bagai ia menyayangi kami selama ini

Ibu telah tak muda lagi Tuhan
Di tubuh lemahnya tersimpan batasan
Mudahkanlah bagi Ibu
Jadikanlah kami sandaran baginya kini
Sebagai dahulu kami bersandar dalam lemah kami kepadanya


Ibu telah tak sehat lagi Tuhan
Di lanjut usianya tersimpan rapuhnya
Ringankanlah bagi Ibu
Jadikanlah kami pengokohnya
Sebagai dahulu kami telah ditolongnya dalam tak berdaya kami kepadanya


Lembutkan bagi Ibu
Haluskan bagi Ibu
TakdirMU


Dan biar bumi dan sujud kami menjadi saksi
Bahwa kami menyayangi Ibu
maka sayangilah Ibu,Tuhan
Ampuni Ibu



Di syurga Ibu
Kami mendebu



***


Langit kelabu, gemawan nampakkan sendu
Mencari hilang harkat didera nafsu
Sedang semesta merunduk malu untuk wanita bergelar .....Ibu

Sunday, July 3, 2011

Ketika Jejak Rindu Berakhir

Ketika lemah diri menghentak kesadaran ....
Tergambar menggunung kebodohan...


Berhidup di semestaMU....
Bermasa-masa nikmati curahan nikmatMU
Kau Sayangi.......
Kau Cintai...
Kau Lindungi...

Dicipta berjiwa raga....
Kau biarkan kami merasa segala yang nampak ada...

Kami rasakan lapar, Allah-ku
Lalu kau sediakan rezeky untuk Kau saksikan kami rasakan nikmatnya kenyang itu.

Kami haus, Allah-ku
Lalu Kau siapkan air untuk Kau saksikan kami rasakan nikmatnya lepas dari dahaga itu


Lalu mengapa kami pun merasakan kerinduan yang lain


Kami ingin orang tua kami Allah-ku
Untuk mengasuh dan membesarkan, mendidik dan menyenangkan kami
Kau biarkan cinta hidup dalam hati mereka untuk kami
Yang untuk itu telah kami sulitkan hari-hari mereka
Kami sempitkan perut Ibu sembilan bulan, kami perah air susunya siang dan malam
Kami buat lelah Ayah, kami buat dia berpeluh diterik siang atau di badai hujan
Kau Maha Penyayang, Kau hadirkan orang tua untuk kami


Kami ingin pasangan hidup Allah-ku
Untuk tentramkan hati dan temani perjalanan kami
Kau lukis indah asmara dalam hati
Yang untuk itu kami tertatih-tatih menggapai kisahnya
Kami bahagia dalam balutan rindu dan cinta
Kami tenang dalam kehangatan dicintai kekasih
Kau Maha Cinta, Kau hadirkan istri dan suami untuk kami



Kami ingin keturunan Allah-ku
Untuk lengkapi syurga dunia kami
Untuk lanjutkan cita-cita kami
Kau limpahi suka dalam dada kami memandang elok rupa mereka
Kau sesakkan jiwa kami dengan bahgia menatap masa depan dalam wajah-wajah lugu mereka
Kau Maha Lembut, Kau hadirkan putra putri untuk kami



Kami ingin harta yang halal dan berkah Allah-ku
Untuk cukupi keluarga kami
Untuk bersedekah
Untuk menjalani hari-hari kami


Tak putus-putus kami membutuhkan tanpa meminta dan sedikit berdo'a
Tak henti-henti Kau limpahi, Kau curahi bergelombang rezeky
Tak selesai-selesai Kasih SayangMU memanja memenuhi jagat kami


Allah-ku
Lalu dimana Engkau saat kami terlena di lautan sayangMU



Kami tuliskan indah rangkaian kata untuk para terkasih yang Kau hadiahkan tuk biarkan hidup kami berseri
Tiada sehurufpun tersisa tuk goreskan namaMU walau sekali.
Berjuta prosa dan puisi diperuntukkan insan yang sama lemah tak bisa memberi
Tak setetes ingat kami kepada DzatMU yang mengasuh menaungi



Engkau yang Maha Kasih
telah tak sengaja kami campakkan dari kenangan
AgungMU tenggelam dalam kelalaian kami
CintaMU terkubur dalam kealphaan kami


Namun Kau biarkan rindu terus hidup  berkelindan di qalbu
Untuk siapakah itu ?
Yang senantiasa mendenyutkan nadi kami
Yang selalu menghela nafas kami


Kutelusuri jejak rindu ini
Apakah sungguh-sungguh kekasih rupawan yang telah memenjara kalbu
Apakah sungguh-sungguh dzuriyat turun bertemurun yang telah menyandera hati
Apakah sungguh-sungguh gelimang harta yang telah menambat rasa
Apakah sungguh-sungguh tinggi kedudukan yang telah menjerat jantung


Namun selalu...
Kami temukan rindu pada semua itu tiada terpuaskan


Maka tak henti kami mencari
Dimanakah jejak rindu ini kan berhenti
Perjalanan yang tak pernah selesai
Hingga kami temukan suatu masa...


Ketika rindu ini berakhir....
Di haribaanMU...
Pada PelukanMU


Terimakasih Allah-ku





Keterangan :
Foto milik Amir Syarif Siregar di link http://detik.travel/read/2010/12/09/085951/1512762/1025/romansa-di-puncak-rindu-alam/2

Thursday, June 23, 2011

Karena Setia, yang mengindahkan Cinta ...

Hai....
Mendekatlah.....
Sukakah engkau kusampaikan cerita
Mari sini
Kita bicara tentang Cinta ...^_^


Bukankah cinta selalu menyenangkan untuk dibincangkan...
Bukankah cinta selalu membahagiakan untuk dikenang...
Bukankah cinta selalu mengindahkanmu disetiap malam dan siang...
Bukankah cinta selalu merawat mimpimu tetap berkilau....


Tak terbilang lembaran mengisahkan romansa
Tak terhitung aksara mengabarkan asa
Tak terhingga tulisan menceritakan kerinduan
Tak terangka ucap menerjemah khayalan


Terlalu indah untuk digambarkan
Terlalu mengherankan untuk diumpamakan

Cinta....
Selalu memabukkan....


Pejamkanlah matamu.....
Heninglah.....

Kini kau bersama seseorang yang kau cinta...

Bersamanya kau melewati waktu
Menghidu kopi dan melihatnya mereguk manisnya di lembut pagi
Memandang rupawan sosoknya dalam warna baju yang sungguh amat kau sukai
Mendengar merdu kicau bibirnya menceritakan naasnya di ujung hari

Kau memahami indahnya...dan karenanya kau begitu mencintainya
Kau tak ingin kehilangannya

Dan dengan sebab itu kau ingin melindunginya
Tak ingin setitik pedih pun menyentuhnya
Tak ingin seujung rambut sakit pun mendekatinya

Kau begitu menyayanginya
Dan kau biarkan jiwa ragamu menjaga cintanya
Tak kau biarkan noktah menodanya
Kau abai segala goda dan coba yang goyahkan setiamu


Hingga kau dapati....
Dia masih disisimu...menggenggam hangat jemarimu
Sama seperti pertama bertemu
Saat cintamu terpaut dahulu


Dia masih bersamamu
Menemani dan menyayangimu
Tertawa atau meneteskan air mata bersamamu
Sedang kau tak seindah dahulu


Dia masih merindukanmu
Saat dia tak dapat berada disampingmu
Sedang kulitmu telah tak halus lagi
Sedang tulangmu telah tak kokoh lagi


Kau temukan
Dia masih duduk dipembaringanmu
Mengusap-usap rambut putihmu
Mengucapkan kata-kata yang paling kau sukai
Menghadiahkan senyum paling tulusnya
Menyampaikan bahwa dia masih sayang kepadamu
Sedang kau terbaring dalam pelukan sakit di ragamu
Sedang kau telah tak sempurna lagi


Dan...bahkan kau tetap melihatnya
Berada disisimu
Memandang bola-bola kaca di matanya
Mengetahui kerinduannya
Merasakan gejolak hatinya
Meraba hangat genggam terakhirnya
Sedang kau telah tiada lagi.....




Tiada kutemukan dari Cinta, melainkan selalu ada kepedihan mengiringinya.
Kucari apa yang dapat mengekalkan indahnya..
Dan kini telah kudapati...
Bahwa tiada yang menyempurnakan cinta, melainkan.....
Kesetiaan....♥






*sambil dengerin akustik lagu Remember My Sweet Moments*


will you remember our sweet moments
and cherished them the way i do
how we spent our special moment together
how we used to share it all

will you remember me the way
i remember you, will you be the same
the last time i saw you, you are the sweetest
every moment with you is the sweetest one


Notes : Gambar illustrasi dipinjam dari sini

Thursday, June 16, 2011

Kejujuran, Menggugat !

Seorang wanita yang berprofesi sebagai penjahit gorden bernama Ibu Siami dan Alif seorang putranya yang masih duduk di bangku SDN Gadel II / 577 Surabaya telah menjadi buah bibir dalam minggu terakhir ini di berbagai media, karena telah terusir dari rumah mereka akibat kemarahan wali murid yang notabene adalah masyarakat desa Gadel tetangga keluarga ibu dan anak itu.

Seluruh narasi yang kubaca menggambarkan betapa perjuangan seorang ibu yang sedang menanamkan kejujuran kepada buah hatinya menemukan batu sandungan besar yang mungkin tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Sekolah dimana ia telah menitipkan sang putra agar dididik dengan baik justru telah mengajarkan ketidak jujuran pada pelajaran kehidupannya saat menghadapai Ujian Nasional. Fenomena yang sesungguhnya tidak baru karena jika ditelusuri sebenarnya kejadian seperti ini banyak dan telah lama terjadi di dunia pendidikan kita.


Jika kemudian ada kisah pengecaman dan pengusiran terhadap sosok-sosok pejuang kejujuran seperti mereka maka hal itu kini telah menyempurnakan pandangan kita bahwa betapa langka dan karena itu menjadi mahal nilainya sebuah kejujuran di negri ini. Dan dari peristiwa-peristiwa seperti ini kita semakin menyadari darimana tempat berasal segala keterpurukan di negeri yang dikata orang sebongkah tanah syurga yang terlempar ke bumi. 


Kita dipaksa mengerti penyebab mengguritanya kasus-kasus korupsi di negeri ini, dan segala akibat yang mengikutinya.Kita dibuat memahami, mengapa terjadi kesenjangan yang terlalu lebar antara si kaya dan si miskin, mengapa pembangunan terasa bergerak tanpa ruh, gedung-gedung megah bermunculan namun tidak meninggikan integritas penghuninya, kendaraan-kendaraan mewah berseliweran namun tidak memuliakan pribadi pemiliknya, teknologi semakin canggih namun tidak menghadirkan besar manfaat bagi penggunanya. Mengapa keadilan tak ditemukan di meja-meja para hakim, mengapa skandal menjadi pemandangan keseharian kita di layar-layar kaca dan plasma, dan banyak mengapa yang tak terjawab hingga detik ini.


Semua berawal dari hal mendasar yang kita semua butuhkan, yaitu ilmu. Dunia pendidikan kini terkesan telah kehilangan orientasinya, melainkan hal-hal yang dapat ditulis dan dibaca sebagai standar. Abjad dan angka kini terkesan menjadi maksud segala semangat belajar dan mengajar di sekolah-sekolah kita. Filosofi-filosofi indah dan gagah tentang pendidikan dan pengajaran telah hilang seperti asap tertiup angin. Sosok-sosok panutan yang dahulu disebut Guru, sebagai pribadi yang ucap, sikap dan diamnya layak digugu dan ditiru kini dipertanyakan.


Pemerintah sebagai penyelenggara negara kini menjadi fihak yang paling diharapkan untuk bertanggung jawab dalam seluruh perso'alan ini. Dari sejak hari kemerdekaannya negeri ini tak henti dirundung kemalangan kemanusiaan walau disisi lain tak dapat dipungkiri banyak keberhasilan yang juga patut kita syukuri. Namun menutup mata dari segala kesalah kaprahan yang terjadi akan membuat negeri yang cantik dengan ribuan karunia Tuhan ini perlahan tapi pasti terus terseret kedalam jurang keterpurukan yang lebih dalam.


Saatnya kita semua bahu membahu, tidak hanya sekedar menyesali dan menangisi kegagalan, namun turut mencari solusi dan mempersembahkan sumbangsih terbaiknya walau hanya seujung jari namun berkelanjutan dan terus menerus. Dunia pendidikan sebaiknya menjadi poros utama gerakan percepatan perbaikan negeri ini. Seluruh elemen diperlukan untuk turut serta mengevaluasi, jika perlu merevisi kembali paradigmanya tentang pendidikan yang benar dan tepat untuk bangsa ini. Dan penting untuk digaris bawahi, bahwa dunia pendidikan disini tidak dibatasi oleh dinding-dinding kelembagaan formal saja. Pendidikan yang menembus batas langit ketujuh, namun juga membumi menyentuh hati mendarah daging menulang sumsum penduduk negeri.


Bahwa angka dan aksara bukanlah orientasi kita belajar dan berusaha, namun Tuhan sebagai Dzat yang paling diakui keberadaanNYA oleh sebagian besar penduduk negeri ini sepantasnya menjadi tujuan perjalanan anak negeri ini, dan membagi sebesar-besar manfaat bagi orang banyak di lingkungannya sebagai indikasinya. Ya, mendahulukan kepentingan kemanusiaan dan orang lain adalah jalan terpendek menuju keridhaan sang Maha. Hal ini akan mereduksi sifat-sifat kebinatangan yang terus bercokol dalam pribadi-pribadi baik kita. Dan kejujuran, memulai perjalanannya dari titik ini, yaitu ikhlas....suci / bebas dari kepentingan pribadi, segalanya dimaksudkan demi merebut cinta Ilahi.


Apakah tulisan ini cukup menjadi solusi ? Tentu saja tidak, bahkan jauh dari cukup. Namun setiap peristiwa seharusnya mendidik kita menjadi semakin baik. Dan kisah ibu Siami dan Alif telah terbukti mendidik bangsa ini menjadi lebih baik, setidaknya dalam pandanganku sendiri. Karena justru dengan terjadinya ironi dimana kejujuran mereka dibalas tuba oleh sebagian wali murid yang mengakibatkan mereka terusir dari rumahnya, namun seketika, segala dukungan mengalir menuju telapak kaki Ibu dan anak ini.


Seluruh media elektronik dan cetak mengangkat nama dan kasus mereka, dukungan juga terus mengalir di media jejaring sosial seperti facebook dan twitter yang jumlah pendukungnya sudah mencapai lebih dari 9000 orang hari ini. Ikatan Guru Indonesia dan Mahkamah Konstitusi termasuk lembaga yang juga menjadi bagian dari dukungan kepada Ibu Siami dan putranya ini. Alif bahkan telah mendapat beasiswa pendidikan dari beberapa institusi baik itu media elektronik maupun dari lembaga lainnya. Setidaknya masih ada harapan, bahwa kejujuran, masih banyak pendukungnya, dan apakah kita akan menjadi bagian di dalamnya ? bukan hanya pada kasus Ibu Siami saja, tetapi pada tragedi kejujuran seluruhnya di negara kita ini.


Jawabnya ada pada diri kita masing-masing, dan kejujuran telah menggugat kini.

Tuesday, June 7, 2011

Gadis Bermata Embun

Ini kisah sederhana tentang keindahan yang rumit
Yang menjejakkan torehan makna di ruang yang sempit


Ia melukis wajahnya untuk sembunyikannya
Seakan segala di dunia harus dihadapinya dengan kepalsuan
Ia tak miliki dirinya
Tak miliki takdirnya


Menjadi Mahakarya dalam dunia yang mengapung
Menjadi apapun yang mereka inginkan


Tiada yang tahu apa yang telah hilang dalam hidupnya
Tiada yang perdulikan


Berjalan dalam kahyangan angan-angan
Menyaksi bahwa bahgia itu nyata adanya
Namun bukan untuknya.......
Melainkan, sebentar saja


Ini kisah gadis bermata embun
Tiada yang dapat digenggamnya
Melainkan sebutir asa di keping hatinya

Sunday, May 29, 2011

Irish terakhir...

Hatiku masih disini
Terpaku diantara rerimbun kenangan kita
Mengutip satu-satu aksara yang pernah kau bagi untukku
Mendekapnya di palung ingatanku


Getar itu masih sama di dawai kalbu
Seakan kata-kata itu baru kau ucap tadi malam
Mengusap-usap halus rinduku
Tak hirau kemelut di benak insan


Angin musim gugur mainkan anak rambutku
Seperti nasib tlah mengombang ambing cerita kita
Biarkan genggaman lepas dan hanyutkanmu
Jauh...jauh membentang jarak tak berbatas


Masih kujejaki perjalanan kita
Walau hanya berkendara nada




Ini  Irish terakhirku
Kusematkan...di nisan-mu




PS : Gambar dari sini

Saturday, May 21, 2011

Kebajikan, Milik Siapa ?

Masih dini hari, dan hujan semalam belumlah usai. Bayu masih berdiri di antara rumah-rumah kumuh yang berderet-deret itu. Ada satu rumah yang menarik perhatiannya, dan telah menerbangkan perasaannya sedemikian, disebabkan pemandangan yang telah disaksikannya selama ini.



Sebuah tempat yang telah tak layak disebut rumah, disebabkan rapuhnya dan tak tentu lagi bentuknya. Air hujan telah menggerogoti setiap rangka kayunya dan melubangi atapnya. Namun telah cukup menjadi naungan seorang ibu renta yang selama hidupnya telah disibukkan untuk menjawab segala kesengsaraan dan penderitaan. Kedua putra lelakinya yang sama telah tua dan tak berdaya, disebabkan penyakit lumpuh dan keterbelakangan mental menjadi mata air cintanya yang tak pernah surut untuk tetap berjuang mencari penghidupan.



Bayu tahu, wanita tua itu setiap hari harus menimba air, mencucikan baju tetangga, dan tetap harus merawat dan menjaga putra-putranya yang telah dewasa namun tak berdaya itu. Setiap pagi ia harus mencuci dan menjemur nasi basi pemberian majikannya, agar dapat ia olah kembali untuk sekedar membayar rasa lapar perut anak-anaknya. Tak berharap lauk bercita rasa, cukuplah setabur garam atau barang kepala ikan yang dipungutnya dari kios ikan atau sayur bekas makan yang tak habis dimakan majikan.



Bergumpalan pedih di hati Bayu, menyaksi penderitaan. Hanya pemberian sedikit beras sesekali, atau sekedar rupiah tak berarti yang dapat ia beri. Cukuplah sedikit cerita dan isak tangis sang wanita tua, telah menggugah semangatnya untuk dapat tetap mengunduh kebajikan. Dimana sama berada dalam kesadarannya, bahwa tak hanya satu keluarga yang membutuhkan perdulinya. Beratus deret gubuk lainnya dengan nasib tak jauh berbeda, telah sama menyentak rasanya.



Bayu tak habis mengeluh, deretan rumah-rumah kumuh itu tak jauh berdiri dari deretan lain rumah-rumah mewah yang hanya dibatas selapis benteng batu. Namun tiada perduli barang setipis kain yang mampu menghantarkan iba para insan kaya kepada tetangganya kaum miskin papa.



Ada satu gemasnya, kepada seorang saudagar kaya yang gedungnya hanya sepelemparan batu dari gubuk nenek tua itu. Bagaimana bisa keluarga itu tak mengerti keadaan sekelilingnya. Sedang dindingnya telah menghalangi cahaya surya pada kediamana keluarga sang nenek renta. Bertahun-tahun air cucuran atap mewahnya telah mencucurkan kemalangan melalui atap bocor sang nenek.  Tanpa disadarinya, Bayu terbangkan do'a kepada sang Maha Pencipta, kiranya Dia turunkan azab kepada sang dzalim tak punya rasa.



Berbulan kemudian, seperti biasa. Bayu berjalan dari rumahnya, hendak menjenguk keluarga sang nenek tua. Dilewatinya rumah mewah yang dia tak bersimpati pada penghuninya. Ada bendera kuning berkibar disana, tanda ada seseorang telah wafat di dalamnya. Bayu hanya merunduk saja, agamanya tak izinkan dia bersuka atas kemalangan orang lain walau musuh yang dibencinya.



Tak lama, sampailah ia di pintu sang nenek tua. Terkejut hati Bayu, seketika melihat sang nenek tengah menangis tersedu menyebut nama seseorang yang rupanya pemilik rumah yang tadi ia lewati yang kini telah meninggal dunia itu.
Tatkala ia menanyakan sebab, mengapa sang nenek meratapi kepergian orang itu, maka terkejutlah hatinya untuk kesekian kali, dan besarlah takjubnya, betapa rahasia Tuhan tak ada yang mengetahu, melainkan dengan izinNYA.



Dari cerita sang nenek tua, barulah Bayu tahu, betapa rupanya sang tuan kaya itu telah meninggal dalam keadaan meninggalkan banyak kenangan kepada para miskin dan orang tak berpunya. Setiap malam di sisa usianya, sang tuan selalu berkeliling membagikan makanan kepada mereka selama 10 tahun lamanya. Meminjamkan uangnya kepada mereka yang membutuhkan tanpa sepengetahuan yang lainnya tanpa jaminan dan bunga. Membayar biaya pengobatan para faqir yang sakit. Dan baru diketahuinya, tenyata sang tuan pun sering pula menolong keluarga sang nenek tua.



Dari bibir seorang keluarga sang tuan, Bayu mengetahui alasan, mengapa mereka  begitu kehilangan. Di setiap siang harinya sang tuan selalu memungut sebuah batu setiap kali ia merasa melakukan khilaf dan kesalahan. Sebanyak ia lakukan kesalahan, sebanyak itu pula batu ia kumpulkan. Ketika tengah malam tiba, ia bangun dari pembaringan. Mengambil air wudhlu dan tegakkan shalat malam. Di hamparan sajadahnya, bersama tetesan air matanya, ia serakkan butiran-butiran batu itu, ia sebutkan satu persatu dosa dan kesalahannya di siang hari kepada Tuhannya. Ia adukan kelemahannya dan haturkan limpahan taubatnya. Berharap sang batu menjadi saksinya betapa ia teramat menyesali perbuatannya.



Menangis terguguk Bayu di nisan sang tuan. Betapa selama ini ia telah menjadi hakim tak punya perasaan. Mengalamatkan tuduhan tak berbukti tak beralasan. Sedang dalam Al-Qur'an yang suci telah disebutkan, seorang mu'min itu tiada kuasanya melainkan hanya saksi bagi mu'min yang lainnya. Dan Rasul itu adalah saksi bagi manusia seluruhnya. Tiada haknya, untuk menilai seseorang hanya dari sudut pandangnya saja.



Melangkah lunglai kakinya, di tangan Bayu tergenggam sebuah amanat. Sekotak uang dari almarhum sang tuan yang dititipkan keluarganya kepadanya dan permintaan maaf kepada keluarga sang nenek tua, sebagai pengganti kerugian dari akibat air cucuran atap sang tuan yang telah merusak atap keluarga nenek miskin itu.



Maha Besar Allah yang Maha Penyayang. Kebaikan itu disematkanNYA kepada siapa saja yang dikehendakiNYA.
Semoga kita, termasuk orang-orang yang dipilihNYA, untuk memilikinya jua.
Tiada kebajikan itu melainkan adalah milik dan datang daripadaNYA. Maka tiada sombong itu memiliki ruangnya.

Selamat menabur kebajikan teman-teman :)

Monday, May 16, 2011

Blogger Berbagi Kisah Sejati

Mohon izin berbagi bahagia ya...

Ada sekelumit kisah yang kutulis di buku ini, bersama penulis-penulis lain berbagi pengalaman sejatinya. Berawal dari sebuah lomba yang kemudian beberapa tulisan terpilih diabadikan dalam buku dengan cover berjudul :
Blogger, Berbagi Kisah Sejati

Jika berkenan membacanya, silahkan untuk menyimak informasinya dibawah ini.

***************************************************************


Blogger Berbagi Kisah Sejati

Penulis : Anazkia, Akhi Dirman, Naqiyyah Syam, dkk
Penyunting : Indiepro
Tata Letak : Indiepro
Cover : Indiepro
ISBN : 978-602-9142-09-9
Ukuran : viii + 177 hlm; 14x 21 cm
Harga : Rp 35.000 (belum termasuk ongkos kirim JNE dari Tangerang)


“Kisah sejati selalu ada di setiap kehidupan manusia, hal yang manusiawi mengingat setiap orang menjalani keunikan hidupnya dengan takdir masing-masing. Andai ada kekecewaan dalam kisah sejati tersebut, perlu diingat bahwa setiap orang pasti melewati fase kekecewaan dalam hidup dengan bentuk apapun dan sebahagia apapun terlihat orang lain, jadi tidak perlu iri melihat kebahagiaan orang lain. Selamat belajar kehidupan dari kumpulan kisah sejati ini :) ”

Ari Wijaya, Penyiar Radio 103.4 DFM Jakarta,
Founder Komunitas Blogger Multiply Indonesia


Buku ini berawal dari lomba menulis untuk para blogger yang mengangkat tema “Berbagi Kisah Sejati”. Dari ajang tersebut terpilihlah para blogger yang akhirnya naskahnya dibukukan sebagai dokumentasi, juga kenang-kenangan. Juga menjadi pelajaran, bahwa beragamnya kehidupan, itu penuh dengan warna suka dan duka. Tak semestinya kesedihan itu berpanjangan, ada kalanya sedih berujung pada kebahagiaan.

Dua puluh lima kisah sejati para blogger, yang kadang tak sedikit menguras air mata saat membacanya. Di sini, dalam buku ini, ada blogger, berbagi kisah sejati.


================================

Tertarik dengan buku ini? Silakan pesan via SMS ke 085694771764 dengan Format : Nama, Alamat Lengkap, Judul Buku yg dipesan, Jumlah pembelian. Lalu Indiepro akan mengkonfirmasi ongkos kirim ke alamat kamu.

Setelah itu, kamu bisa transfer uang pembelian + Ongkos kirim ke no rekening berikut ini :

BCA no 0080346719 an Endah Widayati atau
BSM no 6007006333 an Dani Ardiansyah

Thursday, May 12, 2011

Sebatang Pohon Bisu




Aku sebatang pohon bisu. Apa bisaku...?
Hanya mendengar celoteh camar dan kisah-kisah yang diriwayat ombak.
Teriakku bahkan tak getar sehelai pun dedaunku
Tinggal isak sedu dibalik reranting
Masih saja aku...... mendengar cerita itu


Di dahanku ada sedu sedan sepasang Murai
Mengabar hujan telah enggan datang melainkan bersama murkanya
Dan angin telah sungkan berkelana melainkan dengan amuknya
Surya tak lagi ramah....    menggigit terik
Malam tak lagi lena.....    memelas culas


Ketika semesta berkabung...
Menyaksi peradaban telah tak kudus lagi
Nafsu berdaulat di jiwa-jiwa yang merasa jumawa
Dan berbangga diri telah menjadi agama baru


Telah lupa dari mana tempat semua itu berasal
Sungguh-sungguh mereka lupa....


Merintihku tak perduli kunjungan hujan
Memeluk sedihku memandang zaman
Dimana manusia telah semakin pandai, hampir segala keajaiban telah dalam genggaman
Namun semakin menjauh kesadaran, bahwa tiada semua jika tak bersama  Tuhan yang menciptakan


Memandang terpesona wajah rupawan 
Memandang indah harta berlimpahan
Memandang kagum tahta bertinggian


Seakan tiada lagi sekecil  bilik bagi si buruk rupa
Seakan tiada lagi sejengkal ruang bagi si miskin papa
Seakan tiada lagi setapak alas bagi si hina dina


Berluncuran hasrat duniawi mengatas nama Asma SuciMU
Tiada lagi malu.....tiada lagi lugu



Aku hanya sebatang pohon bisu...
Tiada bisaku melainkan hanya tasbihku
Melantun wirid mengasuh asaku
Mengubur dalam-dalam kesumatku


Kulepas sejauh tatap memandang
Sehelai daun salam terkatung-katung di tengah lautan
Tiada dayanya melainkan karena angin dan ombak bergelora
Sebagai hakikat makhluq yang sesungguhnya
Tiada bisanya, jika tiada Tuhan bersama mereka


Aku hanya sebatang pohon bisu...
Berkeluh......... tersedu......






********************************************************************
Keterangan :
Foto milik Keyboard Berita Tercepat dan Terdepan,The Largest Indonesia BloggerAda di Link ini : http://keyboardberita.blogspot.com/2010/10/lonely-trees-pohon-kesepian.html

Monday, April 25, 2011

Ketika Dia Berkata-Kata

Aku kembali terpaku
Hanya mampu diam membisu dan berlalu
Sedang kau masih bergelut dengan deritamu
yang menyayat-nyayat setiap sel-mu


Merintih...Walau dalam diam yang tertahan
Sering kau tak hendak menyusahkan orang
Namun kau harus menyerah saat keterbatasanmu memintamu tuk mengemis sedikit pertolongan



Tiada yang pernah mengerti inginmu
Walau kata simpati mengalir sungai ke arah pembaringanmu
Hanya kau sendiri yang mampu menterjemahkan derita itu
Dan menduga-duga, kapankah ini akan berlalu



Saat Dia berkata-kata dalam sunyimu
Melalui perih pedih di tubuh rapuh
Dan dakwa para cendekia menampar keras khawatirmu
Seakan hidup hanya mereka yang tahu


Kau merangkak mencari-cari sinar
Kemana kiranya tanganmu dapat  menggapai
Sedikit saja kesempatan
Tuk dapat sekedar menjangkau lebih banyak kebaikan


Terisak...
Tersedu.....
Menampak lemah diri di hadapan jagad QudrahNYA
Betapa kepandaian tak mampu menolong
Betapa limpahan harta tak dapat membantu
Betapa kerupawanan tak dapat membebaskan



Silih berganti siksa itu
Mengiris-iris setiap jengkal ragamu
Mencabik-cabik kekuatanmu
Hampir-hampir menghabiskan tabahmu



Namun kau  terus bertahan
Di samudra dzikirmu kau temukan titian
Yang membawamu pada fana
Ada DIA selalu bersama


Tak hirau kecamuk derita
Kau terus melafal Ar-Rahman
Bahwa tiada nikmatNYA yang dapat kau dusta
Telah meliputimu sekian lama


Melarung keluh dan putus asa
Ke lautan ikhlas dan kesabaran
Berharap tercerahkan



Saat Dia berkata-kata dalam sakitmu...
Dia menatapmu
Dia tak pernah melupakanmu
Dia menyayangimu...







Didedikasikan untuk para penderita penyakit kanker, yang kini tengah berjuang dalam lautan kesabaran dan ikhlasnya.
Semoga Allah yang Maha Menyembuhkan mengabulkan do'a-do'anya.

PS : Image taken by Google (Link : disini )

Wednesday, April 20, 2011

Wanita Di Persimpangan Jalan

Ini kisah usang tentang wanita
Tak didengungkan hadirnya namun terwarta
Menyibak tirai malu-malunya
Wanita ...
Memilih jalannya di persimpangan



Tak serupa rayap tak bermata
atau lemah sarang laba-laba
Wanita dikarunia berkah tak habis-habisnya
Tuhan sembunyikan dibalik lembut senyumnya



Sejak mula menjadi buah hati keluarga
Dikasihi Ibu dimanjakan Bapak
Ditimang disayang disanjung raga
Dididik santun berbudi bahasa


Anak wanita menjadi barang berharga
Tak izin seseorang mencacat eloknya
Jika datang lebah mendekat
Ayahpun garang tak boleh izinkan lekat


Beranjak tumbuh bagaikan bunga
Wanginya harum memancarkan aroma
Gemas orang hendak memetiknya
Wanita...
Selalu mengundang Sirama-rama


Banyak terkandung cita-citanya
Ingin terbang memuliakan karunia
Cerdik pandai dalam genggamannya
Wanita...berkibar sayap-sayapnya
Telah siap menaklukan dunia



Namun "dunia" tak selalu ramah padanya
Baik harapan tak selalu sebanding pada kenyataannya
Wanita dipaksa keluar dari kodratnya
Tanpa maunya Tanpa inginnya



Siapakah mereka yang berdiri di bebatuan cadas ?
Memukulkan palu menghancurkan batu keras ?

Siapakah mereka yang mengemudi ojek, becak dan sepeda ?
Walau penat menghantam tetap berlapang dada ?

Siapakah mereka yang mengais-ngais di timbunan sampah ?
Agar dapat membeli susu anaknya dan sekedar beras berharga murah ?

Siapakah mereka yang menjadi buruh bermandikan peluh ?
Merelakan diri, menjadi hamba disuruh-suruh

Siapakah mereka yang mengangkut karung-karung berat tuk  mengharapkan upah ?
Tak cukup rihlah tak cukup melepaskan lelah.

Siapakah mereka tergeletak di sudut-sudut jalan ?
Menghinakan diri menadahkan lengan

Siapakah mereka wanita-wanita tua  memikul nampan di kepala ?
Menjaja dagangan tak perdulikan renta

Siapakah mereka menyapu jalanan di pagi buta ?
Memungut sampah mensucikan kota

Lelah, sakit, lapar....
Di terik siang atau tajamnya angin malam


Mungkinkah  itu ibuku ?  mungkinkah itu saudara perempuanku ?
Allahu......
Mereka hamba-hambaMU
Sama mengharap lembut pertolonganMU


Di tanah kembara pula wanita menjela
Di tanah peperangan wanita juga berada
Diancam, dihina, disiksa, dianiaya
Tak pandang umur tak pandang usia
Raga dicacat
Jiwa diluka
Wanita, tak henti dibuat lara


Entahlah lagi bagi kaum ini
Berlenggak-lenggok kesana kemari
Ingin membuktikan kecantikan diri
agar dipuja para lelaki


Mengais rezeky di malam hari
Menawarkan kehangatan diri
Demi setangkup rupiah
Harga diri dibuat murah



Tesssssss...........


Gerimis basahi paras
Hampir-hampir padamkan lentera
Menggenggam sekeping bara masih menyala
Mungkin masih bisa hangatkan sudut jiwa
Terbata-bata memeluk kesucian makna


Wanita, di persimpangan jalan

Friday, April 15, 2011

Rindu Hujan



Selamat malam hujan...
Baik sekali kau mau bertandang
Mungkin kau dengar keluh Soka di sudut pagar
Atau ceracau kesah burung-burung  liar



Kau tahu aku asyik mendengar rincik airmu
Menerpa satu persatu  atap rumahku
Kususun ketukan diantara irama hujan
Agar dapat kuciptakan sebuah langgam



Hei...
Mengapa curahmu memelan ?
Ayo teruskan aku membutuhkanmu kawan
Nyanyian ini belum lagi selesai bukan ?
Aku tahu janganlah kau berkilah teman



Datanglah lebat temani malamku
Aku suka mendengar rintik curahmu
Andai tiada yang memilikimu
Kan kupeluk tak kubiar kau menjauh



Hufft....
Kini kau benar-benar berhenti menari
Tak kau lihat hatiku telah bersedih ?
Menahan rindu menerka kapan kau akan kembali
Hujan, sungguh kau tega sekali


:((((



Illustrasi dipinjam dari sini

Wednesday, April 6, 2011

Ini Bahuku ...

Mengapa kabut itu kini selalu bersemayam disana
Di ruang lekat matamu yang nanar
Entah apa yang ingin kau gapai
Antara ada dan tiada....



Mengapa tak kulihat lagi tegar itu
Yang telah mengawalmu berwarsa-warsa
Menciduk kegagahanmu yang kentara
Merampas pedulimu pada masa



Dahulu kau teguh berdiri
Di gurun ujian kau tetap berlari
Mendaki tebing  cobaan nan tinggi
Badai ganas tak kau biarkan hanya dengan menanti



Kini kau hanya terdiam mendura
Desah gelisahmu menyesakkan jiwa
Sedang ragamu kini telah digerayangi renta
Diantara bising memekakkanmu dalam ruang telinga




Usah kau angkat beban itu sendiri
Ini bahuku untuk tempat bersandarmu kini
Agar ringan kembali kakimu melangkah
Dan dapat kulihat lagi senyummu mencerah



Ini jiwa ragaku selalu bersedia
Kapanpun kau inginkan maka panggilah "dia"
Sebagaimana dahulu kau telah bersiap siaga
Mengiring- membimbingku kemanapun kusuka



Usah kau simpan resah itu terlalu lama
Ada cahaya kemilau di depan sana
Bersama panduanNYA kita akan menggapainya
Sehingga sampai dalam agung CahayaNYA



Kusampaikan ini dengan sepenuh takzim
Atas setiap tetes darah dan peluh yang telah kau semaikan
Menjadi nadi yang terus berdenyut di ruang ragaku
Menjadi dzikir yang terus melantun di jagat dadaku
Melangit di semesta peristiwa
Menjadi kenangan yang tak pernah usai
Yang akan terus kukhidmati
Sebagai tanda kasihku padamu
Ayah....



Wednesday, March 30, 2011

Sumedang Larang

Tanah merah saga
Tak menyisakan langitnya jingga
Sang kujang tercerabut dari sangkurnya
Entah siapa yang diincarnya


Sumedang sedang garang kini
Cadas-cadasnya memanas terbakar entah
Apakah surya telah tak seramah dahulu ?
Saat Tajimalela belumlah menjadi legenda


Menelusuri tanah para Hyang
Menapak tilasi reruntuhan Pajajaran
Larut...
Tenggelam...


Nun jauh disana


Bumi pasundan anggun membentang gaun kabutnya
Hijau permadani mahoni dan jati masih menyelimuti perbukitan
Tempat laras degung menari-nari di pematang sawahnya
Dan gelik kecapi suling memanggil-manggil dari cikahuripan


Sungai Cipeles beriak gemintang airnya
Gemericiknya di sela-sela bebatu mengelus-elus jiwa
Tempat putri-putri galuh berendam kesejukan
Bertabir kain dari tatapan pangeran-pangeran Sunda


Setiap kerikilnya pernah menjadi saksi
Saat Ratu Harisbawa telah jatuh hati
Kepada Prabu Geusan Ulun diperuntukkan kidung-kidung cintanya
Membakar jiwa sang Panembahan
Memantik api peperangan


Tak habis-habis kisah Sumedang Larang
Romantika terus berkelindan di bumi parahyangan
Menjerang ingatan
tak hendak dilupakan


Kupungut setangkai bunga perdu
Nanar...
Memandang tanah Pasundan....

Saturday, March 26, 2011

Belajar Dari Yang Papa

Setiap berjalan-jalan di pagi hari, aku selalu mengambil rute tertentu. Melewati rute itu banyak pemandangan menarik yang bisa kulihat. Dua diantaranya yang paling kusukai adalah pemandangannya yang masih alami, karena masih terdapat pesawahan dan perkampungan yang sejuk.


Setiap jalan pagi seperti itu, ada satu spot tertentu dimana aku sering berpapasan dengan seorang anak lelaki kira-kira berusia 12 tahunan. Perawakannya kurus, tidak terlalu tinggi untuk anak seusianya dengan pakaian seragam merah putih yang lusuh dan sepatu yang sudah robek di bagian jarinya.


Setiap berpapasan dengan  anak lelaki itu selalu saja ia dalam keadaan sedang mengusung karung di kepalanya dengan ditahan oleh dua tangannya yang kurus. Beban itu nampak berat, terlihat dari cara berjalan anak itu yang tersendat-sendat. Aku perkirakan isinya adalah bahan-bahan sayuran melihat tonjolan-tonjolan yang menyembul di kain karungnya.


Suatu hari, aku melihatnya lagi, arah perjalananku dan anak itu sama, aku berjalan di belakang anak itu tapi bisa cepat menyusulnya karena aku tidak membawa beban apapun. Aku segera bertanya :


Aku :"Dek ini bawa apa ? berat ya"

Semula  hendak menawarkan diri untuk membantu mengangkat karung itu, tapi aku khawatir dia sungkan atau malah ketakutan ditanya oleh orang yang tidak dikenalnya,namun ternyata anak itu mau menjawab.

Anak : "Bawa sayuran"

Aku :"Sayuran buat apa ? koq banyak banget ?"

Anak :"Buat dijual"

Anak itu menjawab pendek-pendek, dan tidak lama kemudian anak itu berhenti di emper sebuah toko yang masih nampak tertutup. Aku lihat sudah ada seorang wanita separuh baya duduk disitu sedang membereskan sayuran lain yang sudah ada di depannya. Aku menduga dia adalah ibu dari anak tadi. Wajahnya nampak sendu, tidak terlalu banyak berbicara. Anaknya tanpa disuruh dengan sigap membuka isi karungnya dan mengeluarkan isinya lalu merapikannya. Sang ibu nampak berbicara beberapa kalimat, lalu memberikan dua lembar uang seribuan kepada anaknya yang nampaknya akan pergi ke sekolah.


Kebetulan hari masih pagi dan suasana nampak sepi, aku coba berbelanja sayuran disitu supaya bisa berbincang sebentar dengan wanita ini. Sambil sesekali melayani pembeli yang lain sang ibu bercerita, bahwa betul, anak yang kusapa tadi adalah anak laki-laki keduanya. Jika habis pulang sekolah, anak keduanya itu akan berkeliling kampung untuk berjualan membantu orang tuanya. Anda tahu apa yang anak itu jual ? Ulekan yang terbuat dari  batu yang ia tanggung keluar masuk kampung untuk membayar biaya sekolahnya. Bisa kita bayangkan,anak sekecil itu menanggung beban berat di pundaknya, keluar masuk kampung untuk menjualnya agar dapat membantu keluarganya keluar dari kesulitan hidup.


Ibu ini memiliki tujuh putra dan putri. Yang bersekolah ada tiga orang, anak paling tua sudah tidak sekolah, ia bekerja untuk membantu perekonomian keluarga sebagai buruh cuci setrika di rumah orang. Satu adik dari anak tadi juga sekolah sudah kelas 5 SD, sedang adik-adiknya yang masih tiga orang belum sanggup ia sekolahkan karena masalah biaya dan satu lagi anak bungsunya telah tiada karena sakit diare.


Dan yang menyedihkan adalah kenyataan bahwa  suami sang ibu ternyata sedang menderita sakit stroke yang membuatnya lumpuh sejak lima tahun yang lalu, dan pada hari aku berbincang dengannyai adalah  anak ke-limanya yang masih berusia 5 tahun sedang menderita demam.


Sang ibu juga menceritakan bahwa ia numpang berjualan di emper toko milik seorang tetangganya itu dari sejak dini hari, tapi ia harus membereskan dagangannya sebelum pukul 8 pagi sebelum toko itu buka dalam keadaan bersih. Jika selesai berjualan, pada pukul 9.00 pagi hingga pukul 14.00 ia bekerja menjadi pembantu rumah tangga di sebuah rumah milik tetangganya. Sorenya baru ia sempat menemui keluarganya untuk merawat suami dan anak-anaknya. Jika malam sudah tiba, ibu ini membuat agar-agar untuk dijual anak keduanya di sekolah, menyimpan agar-agar itu tanpa dimasukkan ke lemari es karena dia tidak memilikinya,cukup diangin-anginkan saja katanya.


Tidur adalah "barang" yang sangat mahal untuknya, karena pukul 3 pagi ia akan berbelanja bahan sayuran ke pasar untuk dijual pada pukul 5 pagi hingga pukul 8 pagi keesokan harinya. Dibantu kedua anaknya yang belum mencapai usia dewasa, keluarga ini menjalani kehidupannya dengan sabar.


Sang ibu bercerita, pernah pada saat suaminya kambuh penyakitnya dan mereka kehabisan obat, sedang tak ada orang yang bisa ia mintakan bantuan barang sedikit uang, karena sudah terlalu banyak hutangnya, ia mengemis kepada dokter tetangganya untuk menolong suaminya terlebih dahulu dan biayanya akan dibayar kemudian, tapi dokternya menolak dengan halus dengan alasan ia buru-buru akan pergi bekerja dan menyarankan kepadanya untuk pergi ke puskesmas saja. Padahal semalaman keluarga itu menunggu pagi datang, agar bisa mendapatkan pertolongannya.


Atau pada kali yang lain, anaknya yang terkecil menderita diare akut, sampai lemas badannya sedang usianya masih 2 tahun. Sang ibu bertahan hanya mencekokinya jamu dari kunyit dagangannya yang sudah hampir busuk karena lama tak belanja dan tak berjualan akibat anaknya sakit ini. Si anak tak kunjung sembuh dalam waktu satu minggu tanpa bisa dibawa ke dokter karena tak punya uang dan akhirnya anak itu meninggal di dalam pelukannya. Sungguh sakit melihat wanita ini menangis menceritakan penderitaan anak bungsunya itu.



Betapa sebuah keluarga, yang sama dengan keluarga kita, mendapat cobaan hidup seperti itu, namun tidak ada keluh kesah terucap dari bibir mereka, cermin penyesalan atas apa yang tengah mereka terima sebagai sebuah ujian dalam perjalanan hidupnya. Betapa berlimpahnya nikmat yang dirasakan orang selainnya seketika menjadi tidak berarti apa-apa di mata kurang bersyukurku, membandingkan dengan pribadi-pribadi tegar yang berserakan di hadapanku ini.



Dari mereka aku belajar tentang kesabaran dan keikhlasan. Betapapun berat beban hidup yang mereka hadapi mereka tetap bertahan demi apapun yang mereka sedang yakini. Aku juga melihat, bahwa manusia sesungguhnya dapat hidup dalam tingkat hidup yang sesulit apapun. Kita semua sesungguhnya berpotensi untuk menerima sifat sabar dan tegar serta kemampuan untuk mensyukurinya dari Tuhan. Tinggal bertanya kepada diri, apakah kita mau dan siap untuk menerimanya ?



Aku teruskan perjalananku, dan disepanjang jalan,di kiri dan kananku di pagi itu berderet-deret para wanita maupun para laki-laki yang sudah sepuh, dengan sisa tenaga dan semangatnya dalam usia tua mereka, menjajakan dagangannya. Barangkali nasib mereka tidak jauh berbeda dengan ibu yang baru saja kukisahkan. Bergumul dengan kerasnya kehidupan dan tak ada siapa tempat memohon pertolongan, kecuali kepada Tuhan satu-satunya tempat meminta.




Semoga Allah melindungi mereka
Semoga Allah-pun membuka mata hati kita
Amiin

Wednesday, March 16, 2011

Sampan Kayu Tua

Sampan kayu tua terayun-ayun
Dindingnya lemah berlubang sudah
Badai seharian ini telah mengoyak lambung rentanya
Dan burung pelikan hanya menatapnya kosong


Angin Timur masih berhembus kencang
Dan sampan kayu tua tak hendak menghentikan lajunya
Dipilihnya larik-larik gelombang yang tengah murka
Sekali deburan lagi ia akan terhempas


Lalu mengapa rindu itu masih bersemayam
Bukankah telah berlalu cinta semusim itu ?
Sedang daun-daun telah berguguran
Dan  burung gereja telah bermunculan


Sampan kayu tua menepi
Mencari-cari pasir pijakan tak pasti
Melarung jejak di lautan badai
Menenggelamkan diri di dalam sunyi

Wednesday, March 9, 2011

Lihat Albumku Tuhan

Tuhanku.......


Hari ini bukan hari ulang tahunku, bukan ulangtahun siapapun. Tetapi,tidak harus pada hari ulang tahun orang mentafakuri perjalanan hidupnya bukan ?.


Aku mencoba membuka "Album kenangan hidupku", kuamati satu persatu, dan kudapati "gambar-gambarnya" yang beraneka tema dan cerita. Mulai gambar2 masa kecilku hingga masaku kini, dan mencoba membayangkan akan seperti apa gambaranku nanti.


Aku tercenung...... menatap satu potret di tengah halaman "albumku" itu...."Selembar foto" masa bertahun-tahun hidupku, hidup di dalam idealisme yang kutemukan disaat-saat pencarianku akan makna kehidupan. Dimana hal ini pernah membawaku pada kegairahan untuk bekerja bahkan berjuang demi sirnanya haus jiwaku akan sesuatu yang kuanggap kebenaran.


Idealisme yang tumbuh, yang diawali oleh rindu hatiku kepada Tuhan yang Mencipta segala sesuatu.

Selama masa itu,segala gelombang kehidupan kuhadapi dengan gigih dan kekuatan ide yang kupegang teguhi. Bahkan sampai pada fase dimana secara sadar kubawa seluruh episode hidupku di dalam lingkarannya.


Bertahun-tahun kujalani kehidupan itu....,hingga pada suatu titik,dimana hatiku bertanya...."Dimana Tuhan yang kucari? ....Yang untuk itu kujalani hidup dengan tabah....
Mengapa hanya simbol-simbolNYA saja yang ditinggikan, sedang kepada DiriNYA aku merasa semakin jauh.


Belasan tahunku berganti menjadi kegundah gulanaan. Adakah idealisme yang dipancangkan di atas dasar kebenaran,justru menjauhkan insan dari Penciptanya dan dari tuntunan utusanNYA....???


Adakah Kebenaran yang mengajarkan kemuliaan akhlaq,justru menjauhkan insan dari menyayangi sesamanya.....


Tersungkur dalam sujud dan air mata, do'aku...............Kiranya Tuhan menunjukkan padaku Kebenaran itu.
Kebenaran yang hakiki, bukan idealisme yang angkuh, idealisme yang dipimpin oleh nafsu, idealisme yang haus kekuasaan, yang memandang manusia lain lebih rendah dan sesat ,yang karena itu merasa memiliki musuh dimana-mana.....


Tersadar aku...Bahwa manusia membutuhkan pembimbing........
Namun bukan pembimbing yang penuh otaknya dengan isi kitab-kitab agama atau "berbuih" mulutnya dengan Nash2 Al-Qur'an dan Hadist.


Manusia membutuhkan Pembimbing yang Allah sendiri yang memilihnya bagi mereka dan lalu penerusnya yang berhak dan sah hingga akhir zaman.......


Kutatap albumku......Semua tentang perjalananku....
Perjalanku yang merindukanMU Tuhan, yang untuk itu kuhabiskan waktuku mencariMU.........


Terima kasih Allah Tuhanku, bersama Sang Pembimbing, harapku.....Tak lama lagi...,dapat selamat berjumpa dengan MU......aamiin

Thursday, March 3, 2011

Bagaimana Dia Tahu Kau Sayang Padanya ?

Bagaimana dia tahu kau menyayanginya ?
Bagaimana dia tahu kau  mencintainya ?

Apakah kau meninggalkan pesan pendek dan mengatakan bahwa dia orang yang kau rindukan ?
Apakah kau berbalik dan berlari kepadanya setelah kau lupa belum mengecupnya saat kau akan pergi ?

Tidak cukup  menyayangi seseorang hanya karena ikatan tersurat
Kau perlu menunjukkannya atau dia akan gelisah seumur hidupnya meragukan ketulusanmu

Apakah kau membelikannya sebatang coklat saat kau meminta maaf padanya ?
Apakah kau mengenakan warna baju kesukaannya untuk memanjakan matanya ?

Setiap orang ingin hidup bahagia
Dan kebahagiaan itu salah satunya mendapat perhatian dari orang yang kau sayangi.

Mengapa kau malu memperlihatkannya
Sedang dia hadiah terindah yang pernah kau miliki
Yang kau selalu memintanya kepada Tuhan saat kau belum mendapatkannya

Apakah matamu "tersenyum" dan suaramu lembut saat kau berbicara kepadanya ?
Apakah kau membimbing tangannya saat kau berjalan disisinya ?

Apakah kau mengusap rambutnya dan mengelus punggung tangannya saat dia terbaring sakit ?
Apakah kau bisikkan di telinganya bahwa kau adalah orang yang beruntung karena mendapatkan cintanya ?

Bagaimana dia tahu kau mengasihinya ?
Bagaimana dia tahu kau memuliakannya ?
Jika kau enggan menunjukkannya.


Hingga taqdir memisahkan
Jadilah pribadi terindah yang pernah diberikan Tuhan untuknya






Saat orang kita cintai akan pergi barulah kita tahu betapa berharganya dia dalam hidup kita
So, nikmatilah saat-saat bersamanya dengan penuh cinta


Monday, February 28, 2011

Seandainya Kudapat Memilih

"Seandainya ku dapat memilih...
Kan kupilih paras paling rupawan untuk wajahku
Kan ku pilih binar terindah dan pandangan paling jelas untuk kedua mataku
Kan kupilih ukiran tercantik dan pendengaran paling tajam untuk telingaku.
Kan kupilih ruh paling tenang dan rasa paling tentram untuk hatiku.

Namun tak seorang mendapat perkenan
Telah mendahului sebuah ketetapan
Bahwa segala perbedaan akan menjadi ujian"

***

Berkali-kali diizinkan Allah bertemu dan berbincang *langsung maupun secara on-line* dengan anak-anak maupun dewasa yang berkebutuhan khusus, membuatku merasa sering disentil Tuhan, bahwa betapa berlimpah ni'mat yang sering aku cuek menerima keberadaannya, saat mana orang lain yang berkebutuhan khusus justru merinai air mata bersyukur saat bisa mendapat sedikit rezeki untuk menabung agar dapat membeli Alat Bantu Dengar yang ternyata begitu mahal harganya *saat ini bisa mencapai Rp.10 juta,- per unit dengan kualitas terbaik*  atau Alat Bantu Memandu bagi orang yang berkelainan penglihatan.

Dari cerita-cerita yang dikisahkan, aku baru memahami bahwa betapa berat beban para orang tua yang dikaruniai anak berkebutuhan khusus. Bayangkan seorang ibu dan ayah yang baru menyadari ternyata putra atau putri yang dikasihinya menderita gangguan penglihatan, atau gangguan dengar atau bahkan gangguan mental.

Bayangkan bagaiamana rasanya jika kita sendiri yang semula dapat melihat dunia ini terang benderang, tiba-tiba harus menerima kegelapan pandangan mata seumur hidup. Atau yang biasanya dapat bercerita dengan keluarga dan teman, saling menelfon dengan kerabat atau orang yang dicintai tanpa hambatan, tiba-tiba suara-suara mereka hilang dari zona pendengaran.

Betapa hitam pekatnya dunia yang dahulu nampak luas, betapa sunyi dan sepinya dunia yang dahulu ramai. Betapa pilunya hati menyadari bahwa segala ni'mat yang pernah dimiliki kini telah pergi.

Sedang sikap manusia sering tak ramah. Kadang seperlunya, tetapi lebih sering menista. Seakan kehadiran mereka tiada guna. Untuk apa dimuliakan. Dan ini tak hanya pada tingkat pribadi per pribadi, bahkan melembaga pada sistem sosial dan kemasyarakatan hingga berujung pada ketidak adilan perangkat hukum yang seharusnya melindungi kaum yang diberi keterbatasan raga ini.

Tidak sedikit, bahkan sangat banyak saudara-saudara kita berkebutuhan khusus yang mendapat perlakuan tidak adil bahkan tidak manusiawi dari lingkungan sekitar yang kurang terdidik dengan baik. Kata-kata cacian walau disampaikan dengan bercanda dalam intonansi paling halus sekalipun terasa menusuk bagai sembilu. Sebutan orang cacat, tuli, buta yang bagi kebanyakan kita terasa biasa-biasa saja, bagai mengelus pipi seseorang dengan selendang sutra, namun percayalah, bagi mereka hal itu sesakit diturih tajamnya beling.

Belum lagi perlakuan lembaga-lembaga yang lebih besar, seperti lembaga pendidikan atau lembaga ketenaga-kerjaan  misalnya yang belum sepenuhnya memberikan ruang yang luas bagi warga yang berkebutuhan khusus untuk mengimplementasikan kemampuannya, memanifestasikan karya-karyanya, mewujudkan cita-citanya.

Banyak dari generasi ini yang berkebutuhan khusus ternyata pandai dalam bidang akademis, tidak kalah bahkan melebihi kemampuan sebayanya. Diantara mereka pada saat sama menjalani test akademis untuk masuk perguruan tinggi besar di negeri ini ternyata bisa lolos mendahului teman-temannya yang lain. Banyak diantara mereka pada saat sama menjalani test akademis untuk masuk sebagai calon pegawai negeri ternyata juga bisa lolos.

Dan lebih jauh dari itu, kita sering mendengar Tuhan sedang "berbicara" kepada kita melalui mereka yang berkebutuhan khusus. Pernah melihat seorang wanita yang tak memiliki kedua tangannya lagi, ia melukis di atas kanvas dengan jari-jari kakinya.

Pernah melihat laki-laki yang juga tak memiliki kedua tangannya ? ia bekerja sebagai ahli reparasi arloji atau jam tangan yang begitu pelik dengan mata dan kakinya.

Banyak "kalam yang berbicara" kepada kita mengabarkan bahwa walau telah kehilangan salah satu fungsi tubuhnya, namun mereka tak kehilangan kemampuan fungsi tubuh lainnya, dan terutama tidak kehilangan hati nuraninya yang oleh sebab itu mereka tetap bersemangat menjalani kehidupan yang diberikan Tuhannya.

Malu hatiku kepada Tuhanku
Betapa miskinnya aku dari rasa syukurku
Mengabaikan ni'mat Tuhan yang tak meminta bayaran
Pada segala kemudahan dariNYA kusia-siakan
Seandainya ku dapat memilih, kan kupilih untuk tak kan memilih ketentuanNYA

Mereka yang berkebutuhan khusus sama dengan kita semua
Tak sedikitpun perbedaan diantara kita
Perdulikan mereka
Sayangi mereka





Sedikit menjelaskan, saya kutip dari ensiklopedia bebas Wikipedia :
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
 Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
 istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
 Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.