Wednesday, June 23, 2010

Ironi Untuk Kita Belajar

 Minggu, 20/06/2010 14:49 WIB
Tolak Disodomi
Pelaku Sembunyikan Arion di Tumpukan Baju, Lalu Taruh di Pagar karena Bingung
E Mei Amelia R - detikNews
Jakarta - Polisi telah menangkap dua orang tersangka pembunuh Arion Abro Oktavian Sirait (9). Setelah dibunuh, Arion disembunyikan di tumpukan baju sehingga tidak ditemukan polisi. Pelaku lalu menggantung jenazah bocah malang itu di pagar depan rumah.

"Polisi sempat telah menggeledah rumah Zaenal, salah sorang tersangka pembunuhan itu, tapi saat itu hasilnya nihil, ternyata mayat Arion disembunyikan di balik tumpukan baju," kata Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kompol Ade Ary Syam kepada detikcom, Minggu (20/6/2010).

Ade menjelaskan, peristiwa naas itu berawal saat orang tua Arion meminta agar Arion menagih utang ke Zaenal, Jumat (18/6/2010), sekitar pukul 19.00 WIB. Rumah Zaenal hanya berjarak 200 meter dari kediaman orang tua Arion di Jakasampurna, Bekasi Barat.

"Utang itu besarnya Rp 400 ribu," kata Ade.

Setibanya di rumah Zaenal, Arion diajak Fauzan, rekan Zaenal, naik ke kamar Zaenal di lantai dua. Kemudian Fauzan mencoba menyodomi Arion, namun Arion menolak dan berteriak. Akhirnya Fauzan membekap Arion hingga tewas.

"Karena tidak pulang-pulang orang tua Arion menanyakan anaknya ke Zaenal, tapi dia bilang anaknya sudah pulang," katanya.

Orang tua Arion tambah binggung ketika mendapatkan SMS dari nomor yang tidak dikenal yang menyatakan Arion baik-baik saja. Kemudian keluarga  melaporkan kehilangan Arion ke polisi.

"Polisi kemudian mengeledah rumah Zaenal tapi kita tidak menemukan Arion, ternyata jenazah anak itu disembunyikan," kata Ade.

Warga menemukan jenazah Arion tergantung di pagar rumah Zaenal pada Sabtu (19/6/2010) pukul 04.00 WIB. "Mungkin pelaku bingung dengan jenazah itu, sehingga menggantungnya di depan rumah," katanya.

Polisi menetapkan Zaenal dan Fauzan sebagai tersangka pembunuhan itu. "Yang melakukan pembuhuhan Fauzan, sedangkan Zaenal ikut serta menyembunyikan mayat anak itu," katanya. (nal/nrl)

Menetes air mataku saat membaca artikel ini, tak ada yang dapat merasakan kecuali hanya bisa membayangkan, betapa hebat luka dan sakit di hati  sang ibu, wanita yang pernah melahirkan , membesarkan dan mencintai anaknya yang telah disakiti jiwa dan raganya ini. Ibu manapun bahkan tak ada yang berani memikirkannya hal itu terjadi kepada anak-anaknya. 


Adakah hati kita tak terusik, hanya karena kemalangan ini menimpa orang lain, orang tua lain, anak-anak lain?
Sebelumnya gencar di pemberitaan bagaimana  seorang ayah tega melindaskan kaki anaknya yang masih balita dengan roda kereta api. Bagaimana seorang ibu tega membunuh anak-anaknya dengan alasan cinta. Bagaimana orang tua meninggalkan anak-anaknya berhari-hari dalam keadaan terkunci tanpa makanan dan minuman. Bagaimana seorang ibu menganiaya anaknya berusia 5 bulan hingga patah seluruh tulangnya.


Kubandingkan sendiri dengan keadaan di lingkunganku. Memang keadaan masyarakat kini telah banyak berubah. Serasa baru kemarin kunikmati keakraban bertetangga di daerahku di masa kecilku.  Satu sama lain saling bersilaturahmi, saling mengajak pada  kebersamaan, saling menjaga.
Hal yang tak kutemukan lagi di masa kini kecuali sedikit. Bahkan bisa jadi ada saudara tinggal di lingkungan yang sama, lama tak saling berkunjung dengan alasan sibuk. Jika yang satu sakit, yang lain tak mengetahui.
Kadang keadaan berbalik, dengan orang lain menjadi saudara, dengan saudara menjadi orang lain. 


Segala musibah yang terjadi di atas menurutku technically adalah karena sudah berkurangnya (dengan pengurangan yang sangat besar) akan arti keperdulian terhadap sesama. Dalam hal ini khususnya antar sesama orang bertetangga. Setiap keluarga seakan hidup dalam sangkar emasnya, hanya sesekali berinteraksi dengan tetangganya dan itupun kadang-kadang penuh keterpaksaan. Menjadi pimpinan diantara tetangga seakan menjadi beban tak menyenangkan, karena tak bisa menjadi sumber penghasilan. Sehingga wajarlah jika di masyarakat kini kita melihat fenomena-fenomena kejahatan yang terjadi sulit diprediksi sebelumnya oleh tetangga maupun pemimpin lingkungannya akibat dari jarangnya interaksi diantara mereka. Dan yang terberat bagiku mendengarnya adalah jika akibat buruknya menimpa kalangan anak-anak yang tak berdaya seperti telah diuraikan di atas.


Apakah ini karena sudah lunturnya kesadaran beragama diantara kita?
Aku rasa bukan !!
Jika kesadaran beragama (dalam Islam) itu diartikan dengan :

  1. Rajin mengikuti pengajian rutin di lingkungan atau organisasi
  2. Melaksanakan ibadah-ibadah ritual
  3. Membuat catatan-catatan religius di situs jejaring sosial
  4. Memiliki pengetahuan agama yang banyak
Bagiku itu semua tidak menjamin berjalannya fungsi silaturahmi yang hakiki diantara orang bertetangga.
Berapa banyak orang telah dalam keadaan yang seperti tersebut dalam empat point di atas ,namun keadaan tetap demikian bahkan semakin parah.

Bukan berarti yang rajin mengikuti pengajian itu salah, bukan berarti yang melaksanakan ibadah itu salah bahkan hal itu adalah kewajiban yang harus dijalankan, buakan yang membuat catatan-catatan relijius itu salah, bahkan hal itu perlu untuk saling mengingatkan, dan bukan pula yang memiliki pengetahuan agama yang banyak itu salah, bahkan itu diperlukan. 

Justru ironi yang terjadi ini harus menjadi bahan pembelajaran, apakah sibuknya kita dalam "kebaikan" itu sudah menghantarkan kita menjadi pribadi yang diharapkan oleh "yang dipelajarinya sendiri". Pribadi yang menjadi berkah bagi lingkungan sekitarnya. Pribadi yang dicintai karena kebajikan-kebajikan dirasakan oleh setiap yang mengenalnya, walau hanya sesungging senyuman atau sewadah kiriman. Yang kecil namun dawam, berkesinambungan, akan sangat berarti bagi maslahat pergaulan bermasyarakat. 

  • Masing-masing kita menjadi polisi yang mengawasi kemungkinan adanya orang jahat yang mengintai anak-anak kita semua (bukan anak saya saja), 
  • Masing-masing kita menjadi relawan yang memperhatikan masih adakah orang lapar disekitar kita (bukan di rumah kita saja)
  • Masing-masing kita menjadi ulama yang menyadarkan orang-orang khilaf di lingkungan kita (bukan dalam keluarga sendiri saja)
  • Masing-masing kita menjadi guru bagi siapa yang masih buta ilmu dimana saja (bukan hanya bagi keturunan sendiri saja)
 Segala ironi di negeri ini khususnya harus menjadi "tempat kita belajar" memeriksa kelemahan diri agar menjadi pribadi yang lebih baik, membawa maslahat untuk bumi yang kita pijak, maslahat untuk manusia lain yang menemani kehidupan kita di langit dan bumi milikNYA.
Agar tak terulang segala kenistaan yang kita buat sendiri
Agar kita memiliki jawaban yang benar dihadapan pengadilanNYA nanti

19 comments:

HB Seven said...

ketika nilai agama hanya tontonan bukan tuntunan lagi...

Winny Widyawati said...

@ Fajar
Dan hanya hiasan bukan darah dan daging

non inge said...

belajar dari segala yang ad yah mba'...
thx 4 share perenungan ini ^^

Winny Widyawati said...

@ Inge,
ya Inge, trmkasih udh berkunjung ya :)

Bahauddin Amyasi said...

Kemarin saya juga menyaksikan ulah si bangsat pelaku sodomu itu di tv. Ah, hisdup memang sduah mencapai titik paling absurd dan aneh.

Semoga kita diberi petunjuk oleh Allah dan dijauhkan dari perbuatan terkutuk itu..Amin

elok langita said...

manusia memang tempatnya salah dan dosa,

elok langita said...

mkashy buat kunjungan dan komentarnyaa iaah mbaa ^_^

Shudai Ajlani said...

mari terus belajar :)
dari hari-hari yang lalu hari kemarin adalah sebuah pelajaran yang sebagaimana mestinya menjadi acuan untuk hari esok dan seterusnya, karena tanpa hari kemarin kita tidak akan mengerti apalah arti semua ini. dan tanpa belajar juga kita tidak akan tahu apa apa :), terus lah belajar untuk melatih otak kita :) seperti postingan saya yang lalu membahas tentang otak :) salam kenal sob :)

Winny Widyawati said...

@ Elok Langita
Betul sayang, krn manusia bukan malaikat yg tak punya dosa, tapi hrs belajar dari kekurangan-kekuarangannya, trmkasih ya sdh berkunjung dan komen jg :)

Winny Widyawati said...

@ Four dreams
Yupz, terus belajar kawan. Smg kita dijauhkan dr hal2 yg buruk,amin

catatan kecilku said...

Ya mbak.., aku merasa miris juga atas beberapa kejadian yg akhir2 terjadi thd anak2. Gak tega ngikutin beritanya. Rasanya lingkungan makin tak nyaman utk anak2....

Nyach said...

kekejian tidak hanya di film horor saja ya mbak, semoga kita terhindar

Natural Nusantara said...

Nilai agama yang kian hari kian ditinggalkan, itu menjadi pemicu segala kejadian keji seperti ini, orang tua sang pembunuh ini tentunya yang dijadikan pertanyaan, kog anaknya bisa begitu....

the arrazaq's said...

semoga kita dan keluarga selalu dalam lindungan Allah ya mbak...Aamien..
;)

Winny Widyawati said...

@ mb.Reni
Hrs lebih perduli pada keadaan di sekitar ya mbak, krn jk lingkungan sdh tercemar keburukan, kita @ anak2 jg bisa kena dampaknya.

@ Nyach
Ternyata horor dalam kehidupan nyata lebih mengerikan ya Nyach

@ o0z
Pendidikan anak mmg bukan hanya di rmh saja tp di lingkungan sekitar dan sekolah sgt berpengaruh.

@ the arrazaq's
Allahumma aamiin

PUTERI DAN PANGERAN said...
This comment has been removed by the author.
fanny said...

met sore..wah, ngeri ya...sekarang memang harus hati2.

Sukadi Brotoadmojo said...

ironi yg menakutkan, sebuah realita yg menggambarkan betapa sudah jauhnya manusia dgn Tuhan...

Unknown said...

harus hati2 jaga anak2 kita agar tidak dikerjain orang2 yg punya kelainan sexual. hiii serem..