Friday, July 22, 2011

Di Al-Fatihah ke Seribu Kita Bertemu

Lembayung senja rebah di hamparan gulita, saat tangan Syam memeriksa labu  infus ketiga di tepi pembaringan istrinya. Warna marun darah yang mengallir pelan di selang infus nampak enggan melewati ruang pandang Syam yang berkabut.

"Jangan ditutup Kak", Annisa berkata lemah, mencegah suaminya menutup gordyn biru di ruang itu.

"Aku ingin memandang senja dan mendengar suara bayi kita".

"Tidakkah kau kedinginan Dik ?, udara di luar dingin sekali"

"Tak apa sayang, dingin kali ini tak akan mengalahkan kangenku kepada anakku"

Syam tersenyum getir, diusapnya kepala istri yang dicintainya. Ini tahun ketiga belas pernikahan mereka, dan bayi cantik di ruang perinatal itu anak pertama yang dihadiahkan Tuhan bagi mereka. Hanya saja, perdarahan hebat di ruang O.K. rumah sakit yang dialami Annisa telah melukis warna kelabu di antara kebahagiaan mereka.


Syam mengutuk ketegarannya yang hilang entah dimana. Seharusnya ia lebih siap menghadapi saat-saat seperti ini. Penyakit Lupus yang diderita istrinya sejak lama telah menyalakan signal peringatan sejak dini kehamilannya. Betapapun penjagaan dan persiapan telah dilakukan, namun kenyataan tak dapat dicegah. Annisa kehilangan banyak darah pada saat perjuangannya melahirkan putri mereka.


"Apa yang sedang kau baca dik ?"

"Al-Fatihah, untukmu dan anak kita"

Syam memperhatikan batu tasbih di tangan perempuan yang dikasihinya, bertawaf di jemarinya yang lentik seiring bibirnya melafadzkan surat yang dimuliakan.

"Rabby, selamatkan istriku, jangan KAU ambil dia. Betapa ku mencintainya, baru saja KAU anugrahi kami seorang putri". Bisik Syam dalam kalbunya terdalam. Diraihnya kitab Al-Qur'an mungil dari meja rumah sakit yang selalu dibawanya kemanapun ia pergi, dan duduk disamping istrinya menemaninya dalam khidmat membaca ayat.


***


Syam membalikkan wajahnya yang telungkup di pembaringan rumah sakit, sedang punggungnya terasa pegal. Tertidur dalam keadaan duduk seperti itu menghambat darahnya mengalir bebas. Masih jam 2.30 malam, dirasakannya elusan di punggung tangannya memanggilnya. Syam mengangkat wajahnya, nampak Annisa menggerakkan bibirnya, namun Syam tak mampu mendengar suaranya. Diraihnya tangan istrinya, dibawanya telinganya dekat ke wajah bercahaya itu. "Ada apa sayang ?"

"Sudah dekat Kak".Syam tertegun, apa yang diucapkan Annisa, ia tak dapat memahaminya. Namun Syam hanya terdiam, dinantinya kata-kata yang akan mengiringinya.

"Sudah dekat waktunya" Ucap Annisa lemah.
"Aku ingin berterimakasih, terimakasih Kakak telah sudi menjadi suami bagiku" Annisa terdiam sejenak, dihelanya nafasnya berat, namun dalam tarikan yang tenang.

"Mohon maaf, aku belum menjadi istri yang shalihah untuk Kakak. Kuterbangkan Al-Fatihah kepada Rabb kita setiap kuingin membahagiakanmu Kak. Seribu AL-Fatihah untuk setiap hidangan yang kumasak, seribu al-Fatihah untuk pakaian yang kukenakan. Seribu Al-Fatihah untuk kehamilan yang kuinginkan. Aku sayang kepadamu karena Allah."


Syam sesak di dada, ada bulir yang tak tertahankan di teduh matanya. Namun ia terus mendengarkan.


"Baru kuselesaikan Al-Fatihahku. Kuinginkan keselamatan dan kesejahterann untukmu dan anak kita. Jika aku tak sempat lagi bertemu bayiku, sampaikan kepadanya aku mencintainya. Dan jika tak sempat kita berkumpul didunia ini, kuharapkan di yaumil akhir kita akan bertemu".Syam mengusap matanya, ingin ia sembunyikan pilu hatinya. Biarlah senyumnya yang Annisa lihat dalam akhir perjalanannya. Digenggamnya erat tangan lembut kekasihnya, bisiknya


"Ya Allah, inikah saatnya ?", diperhatikannya cahaya yang berkelindan di wajah shalihah istrinya, dan mendengar lirih suaranya."Kita lafadzkan Al-Fatihah ya Kak, mungkin masih ada kesempatan untukku"


Saling menggenggam tangan, suami istri ini melafadzkan ayat kecintaan mereka, yang darinya mereka bersabar menjalani 13 tahun kebersamaannya. Hingga terkulai tangan Annisa di genggaman Syam, dan Syam saksikan ruh istrinya pergi kepada Rabbnya.  Syam sendiri yang menutup mata Annisa dan terus membisikkan dzikir di ruang  pendengaran istrinya, hingga Adzan shubuh mengakhirinya, dan perawat rumah sakit mengetahui keadaannya.

***


Gemawan di kalbu Syam mengkabut kelabu, namun ada ridha mengiringinya. Digendongannya ada bayi mereka, dan bibirnya bisikkan kalimat rahasia, yang hanya ia, Annisa dan Allah saja yang mengetahuinya.

"Selamat jalan istriku sayang, kuterbangkan ayat-ayat kecintaanmu kepada Tuhan kita. Kuharap DIA kan memberiku sama dengan yang telah dikaruniakanNYA kepadamu. Di Al-Fatihah ke seribu, kita kan bertemu".


*Bandung, 17 Juli 2011*

3 comments:

Kutus Kutus Herbal, Bali said...

Sepeechless....
Bila itu benar adanya, Innalillahi wa ina ialihi rojiun.

Bila itu benar adanya, almarhumah telah mampu raih dan peluk erat itu 'umbull qur'an' dalam alam kematiannya dan insya Allah ayat itu akan menjaga juga memberikan keluaasaan, makanan surga hingga 'hari penghitungan tiba.

Bila itu benar adanya,
Sebuah mujizat yang jarang sekali terberikan oleh Allah kepada mahkluk yang disayanginya.

Salam

kangpram said...

menyentuh...satu dari banyak kisah teladan... yang dapat dijadikan tempat bercermin..


.

outbound training di malang said...

kunjungan gan.,.
bagi" motivasi.,.
Kegagalan tidak seharusnya membuat kita rapuh .,.
tapi justru itulah cambuk kita menuju kesuksesan.,.
di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,