Tanah merah saga
Tak menyisakan langitnya jingga
Sang kujang tercerabut dari sangkurnya
Entah siapa yang diincarnya
Sumedang sedang garang kini
Cadas-cadasnya memanas terbakar entah
Apakah surya telah tak seramah dahulu ?
Saat Tajimalela belumlah menjadi legenda
Menelusuri tanah para Hyang
Menapak tilasi reruntuhan Pajajaran
Larut...
Tenggelam...
Nun jauh disana
Bumi pasundan anggun membentang gaun kabutnya
Hijau permadani mahoni dan jati masih menyelimuti perbukitan
Tempat laras degung menari-nari di pematang sawahnya
Dan gelik kecapi suling memanggil-manggil dari cikahuripan
Sungai Cipeles beriak gemintang airnya
Gemericiknya di sela-sela bebatu mengelus-elus jiwa
Tempat putri-putri galuh berendam kesejukan
Bertabir kain dari tatapan pangeran-pangeran Sunda
Setiap kerikilnya pernah menjadi saksi
Saat Ratu Harisbawa telah jatuh hati
Kepada Prabu Geusan Ulun diperuntukkan kidung-kidung cintanya
Membakar jiwa sang Panembahan
Memantik api peperangan
Tak habis-habis kisah Sumedang Larang
Romantika terus berkelindan di bumi parahyangan
Menjerang ingatan
tak hendak dilupakan
Kupungut setangkai bunga perdu
Nanar...
Memandang tanah Pasundan....
Wednesday, March 30, 2011
Saturday, March 26, 2011
Belajar Dari Yang Papa
Setiap berjalan-jalan di pagi hari, aku selalu mengambil rute tertentu. Melewati rute itu banyak pemandangan menarik yang bisa kulihat. Dua diantaranya yang paling kusukai adalah pemandangannya yang masih alami, karena masih terdapat pesawahan dan perkampungan yang sejuk.
Setiap jalan pagi seperti itu, ada satu spot tertentu dimana aku sering berpapasan dengan seorang anak lelaki kira-kira berusia 12 tahunan. Perawakannya kurus, tidak terlalu tinggi untuk anak seusianya dengan pakaian seragam merah putih yang lusuh dan sepatu yang sudah robek di bagian jarinya.
Setiap berpapasan dengan anak lelaki itu selalu saja ia dalam keadaan sedang mengusung karung di kepalanya dengan ditahan oleh dua tangannya yang kurus. Beban itu nampak berat, terlihat dari cara berjalan anak itu yang tersendat-sendat. Aku perkirakan isinya adalah bahan-bahan sayuran melihat tonjolan-tonjolan yang menyembul di kain karungnya.
Suatu hari, aku melihatnya lagi, arah perjalananku dan anak itu sama, aku berjalan di belakang anak itu tapi bisa cepat menyusulnya karena aku tidak membawa beban apapun. Aku segera bertanya :
Aku :"Dek ini bawa apa ? berat ya"
Semula hendak menawarkan diri untuk membantu mengangkat karung itu, tapi aku khawatir dia sungkan atau malah ketakutan ditanya oleh orang yang tidak dikenalnya,namun ternyata anak itu mau menjawab.
Anak : "Bawa sayuran"
Aku :"Sayuran buat apa ? koq banyak banget ?"
Anak :"Buat dijual"
Anak itu menjawab pendek-pendek, dan tidak lama kemudian anak itu berhenti di emper sebuah toko yang masih nampak tertutup. Aku lihat sudah ada seorang wanita separuh baya duduk disitu sedang membereskan sayuran lain yang sudah ada di depannya. Aku menduga dia adalah ibu dari anak tadi. Wajahnya nampak sendu, tidak terlalu banyak berbicara. Anaknya tanpa disuruh dengan sigap membuka isi karungnya dan mengeluarkan isinya lalu merapikannya. Sang ibu nampak berbicara beberapa kalimat, lalu memberikan dua lembar uang seribuan kepada anaknya yang nampaknya akan pergi ke sekolah.
Kebetulan hari masih pagi dan suasana nampak sepi, aku coba berbelanja sayuran disitu supaya bisa berbincang sebentar dengan wanita ini. Sambil sesekali melayani pembeli yang lain sang ibu bercerita, bahwa betul, anak yang kusapa tadi adalah anak laki-laki keduanya. Jika habis pulang sekolah, anak keduanya itu akan berkeliling kampung untuk berjualan membantu orang tuanya. Anda tahu apa yang anak itu jual ? Ulekan yang terbuat dari batu yang ia tanggung keluar masuk kampung untuk membayar biaya sekolahnya. Bisa kita bayangkan,anak sekecil itu menanggung beban berat di pundaknya, keluar masuk kampung untuk menjualnya agar dapat membantu keluarganya keluar dari kesulitan hidup.
Ibu ini memiliki tujuh putra dan putri. Yang bersekolah ada tiga orang, anak paling tua sudah tidak sekolah, ia bekerja untuk membantu perekonomian keluarga sebagai buruh cuci setrika di rumah orang. Satu adik dari anak tadi juga sekolah sudah kelas 5 SD, sedang adik-adiknya yang masih tiga orang belum sanggup ia sekolahkan karena masalah biaya dan satu lagi anak bungsunya telah tiada karena sakit diare.
Dan yang menyedihkan adalah kenyataan bahwa suami sang ibu ternyata sedang menderita sakit stroke yang membuatnya lumpuh sejak lima tahun yang lalu, dan pada hari aku berbincang dengannyai adalah anak ke-limanya yang masih berusia 5 tahun sedang menderita demam.
Sang ibu juga menceritakan bahwa ia numpang berjualan di emper toko milik seorang tetangganya itu dari sejak dini hari, tapi ia harus membereskan dagangannya sebelum pukul 8 pagi sebelum toko itu buka dalam keadaan bersih. Jika selesai berjualan, pada pukul 9.00 pagi hingga pukul 14.00 ia bekerja menjadi pembantu rumah tangga di sebuah rumah milik tetangganya. Sorenya baru ia sempat menemui keluarganya untuk merawat suami dan anak-anaknya. Jika malam sudah tiba, ibu ini membuat agar-agar untuk dijual anak keduanya di sekolah, menyimpan agar-agar itu tanpa dimasukkan ke lemari es karena dia tidak memilikinya,cukup diangin-anginkan saja katanya.
Tidur adalah "barang" yang sangat mahal untuknya, karena pukul 3 pagi ia akan berbelanja bahan sayuran ke pasar untuk dijual pada pukul 5 pagi hingga pukul 8 pagi keesokan harinya. Dibantu kedua anaknya yang belum mencapai usia dewasa, keluarga ini menjalani kehidupannya dengan sabar.
Sang ibu bercerita, pernah pada saat suaminya kambuh penyakitnya dan mereka kehabisan obat, sedang tak ada orang yang bisa ia mintakan bantuan barang sedikit uang, karena sudah terlalu banyak hutangnya, ia mengemis kepada dokter tetangganya untuk menolong suaminya terlebih dahulu dan biayanya akan dibayar kemudian, tapi dokternya menolak dengan halus dengan alasan ia buru-buru akan pergi bekerja dan menyarankan kepadanya untuk pergi ke puskesmas saja. Padahal semalaman keluarga itu menunggu pagi datang, agar bisa mendapatkan pertolongannya.
Atau pada kali yang lain, anaknya yang terkecil menderita diare akut, sampai lemas badannya sedang usianya masih 2 tahun. Sang ibu bertahan hanya mencekokinya jamu dari kunyit dagangannya yang sudah hampir busuk karena lama tak belanja dan tak berjualan akibat anaknya sakit ini. Si anak tak kunjung sembuh dalam waktu satu minggu tanpa bisa dibawa ke dokter karena tak punya uang dan akhirnya anak itu meninggal di dalam pelukannya. Sungguh sakit melihat wanita ini menangis menceritakan penderitaan anak bungsunya itu.
Betapa sebuah keluarga, yang sama dengan keluarga kita, mendapat cobaan hidup seperti itu, namun tidak ada keluh kesah terucap dari bibir mereka, cermin penyesalan atas apa yang tengah mereka terima sebagai sebuah ujian dalam perjalanan hidupnya. Betapa berlimpahnya nikmat yang dirasakan orang selainnya seketika menjadi tidak berarti apa-apa di mata kurang bersyukurku, membandingkan dengan pribadi-pribadi tegar yang berserakan di hadapanku ini.
Dari mereka aku belajar tentang kesabaran dan keikhlasan. Betapapun berat beban hidup yang mereka hadapi mereka tetap bertahan demi apapun yang mereka sedang yakini. Aku juga melihat, bahwa manusia sesungguhnya dapat hidup dalam tingkat hidup yang sesulit apapun. Kita semua sesungguhnya berpotensi untuk menerima sifat sabar dan tegar serta kemampuan untuk mensyukurinya dari Tuhan. Tinggal bertanya kepada diri, apakah kita mau dan siap untuk menerimanya ?
Aku teruskan perjalananku, dan disepanjang jalan,di kiri dan kananku di pagi itu berderet-deret para wanita maupun para laki-laki yang sudah sepuh, dengan sisa tenaga dan semangatnya dalam usia tua mereka, menjajakan dagangannya. Barangkali nasib mereka tidak jauh berbeda dengan ibu yang baru saja kukisahkan. Bergumul dengan kerasnya kehidupan dan tak ada siapa tempat memohon pertolongan, kecuali kepada Tuhan satu-satunya tempat meminta.
Semoga Allah melindungi mereka
Semoga Allah-pun membuka mata hati kita
Amiin
Setiap jalan pagi seperti itu, ada satu spot tertentu dimana aku sering berpapasan dengan seorang anak lelaki kira-kira berusia 12 tahunan. Perawakannya kurus, tidak terlalu tinggi untuk anak seusianya dengan pakaian seragam merah putih yang lusuh dan sepatu yang sudah robek di bagian jarinya.
Setiap berpapasan dengan anak lelaki itu selalu saja ia dalam keadaan sedang mengusung karung di kepalanya dengan ditahan oleh dua tangannya yang kurus. Beban itu nampak berat, terlihat dari cara berjalan anak itu yang tersendat-sendat. Aku perkirakan isinya adalah bahan-bahan sayuran melihat tonjolan-tonjolan yang menyembul di kain karungnya.
Suatu hari, aku melihatnya lagi, arah perjalananku dan anak itu sama, aku berjalan di belakang anak itu tapi bisa cepat menyusulnya karena aku tidak membawa beban apapun. Aku segera bertanya :
Aku :"Dek ini bawa apa ? berat ya"
Semula hendak menawarkan diri untuk membantu mengangkat karung itu, tapi aku khawatir dia sungkan atau malah ketakutan ditanya oleh orang yang tidak dikenalnya,namun ternyata anak itu mau menjawab.
Anak : "Bawa sayuran"
Aku :"Sayuran buat apa ? koq banyak banget ?"
Anak :"Buat dijual"
Anak itu menjawab pendek-pendek, dan tidak lama kemudian anak itu berhenti di emper sebuah toko yang masih nampak tertutup. Aku lihat sudah ada seorang wanita separuh baya duduk disitu sedang membereskan sayuran lain yang sudah ada di depannya. Aku menduga dia adalah ibu dari anak tadi. Wajahnya nampak sendu, tidak terlalu banyak berbicara. Anaknya tanpa disuruh dengan sigap membuka isi karungnya dan mengeluarkan isinya lalu merapikannya. Sang ibu nampak berbicara beberapa kalimat, lalu memberikan dua lembar uang seribuan kepada anaknya yang nampaknya akan pergi ke sekolah.
Kebetulan hari masih pagi dan suasana nampak sepi, aku coba berbelanja sayuran disitu supaya bisa berbincang sebentar dengan wanita ini. Sambil sesekali melayani pembeli yang lain sang ibu bercerita, bahwa betul, anak yang kusapa tadi adalah anak laki-laki keduanya. Jika habis pulang sekolah, anak keduanya itu akan berkeliling kampung untuk berjualan membantu orang tuanya. Anda tahu apa yang anak itu jual ? Ulekan yang terbuat dari batu yang ia tanggung keluar masuk kampung untuk membayar biaya sekolahnya. Bisa kita bayangkan,anak sekecil itu menanggung beban berat di pundaknya, keluar masuk kampung untuk menjualnya agar dapat membantu keluarganya keluar dari kesulitan hidup.
Ibu ini memiliki tujuh putra dan putri. Yang bersekolah ada tiga orang, anak paling tua sudah tidak sekolah, ia bekerja untuk membantu perekonomian keluarga sebagai buruh cuci setrika di rumah orang. Satu adik dari anak tadi juga sekolah sudah kelas 5 SD, sedang adik-adiknya yang masih tiga orang belum sanggup ia sekolahkan karena masalah biaya dan satu lagi anak bungsunya telah tiada karena sakit diare.
Dan yang menyedihkan adalah kenyataan bahwa suami sang ibu ternyata sedang menderita sakit stroke yang membuatnya lumpuh sejak lima tahun yang lalu, dan pada hari aku berbincang dengannyai adalah anak ke-limanya yang masih berusia 5 tahun sedang menderita demam.
Sang ibu juga menceritakan bahwa ia numpang berjualan di emper toko milik seorang tetangganya itu dari sejak dini hari, tapi ia harus membereskan dagangannya sebelum pukul 8 pagi sebelum toko itu buka dalam keadaan bersih. Jika selesai berjualan, pada pukul 9.00 pagi hingga pukul 14.00 ia bekerja menjadi pembantu rumah tangga di sebuah rumah milik tetangganya. Sorenya baru ia sempat menemui keluarganya untuk merawat suami dan anak-anaknya. Jika malam sudah tiba, ibu ini membuat agar-agar untuk dijual anak keduanya di sekolah, menyimpan agar-agar itu tanpa dimasukkan ke lemari es karena dia tidak memilikinya,cukup diangin-anginkan saja katanya.
Tidur adalah "barang" yang sangat mahal untuknya, karena pukul 3 pagi ia akan berbelanja bahan sayuran ke pasar untuk dijual pada pukul 5 pagi hingga pukul 8 pagi keesokan harinya. Dibantu kedua anaknya yang belum mencapai usia dewasa, keluarga ini menjalani kehidupannya dengan sabar.
Sang ibu bercerita, pernah pada saat suaminya kambuh penyakitnya dan mereka kehabisan obat, sedang tak ada orang yang bisa ia mintakan bantuan barang sedikit uang, karena sudah terlalu banyak hutangnya, ia mengemis kepada dokter tetangganya untuk menolong suaminya terlebih dahulu dan biayanya akan dibayar kemudian, tapi dokternya menolak dengan halus dengan alasan ia buru-buru akan pergi bekerja dan menyarankan kepadanya untuk pergi ke puskesmas saja. Padahal semalaman keluarga itu menunggu pagi datang, agar bisa mendapatkan pertolongannya.
Atau pada kali yang lain, anaknya yang terkecil menderita diare akut, sampai lemas badannya sedang usianya masih 2 tahun. Sang ibu bertahan hanya mencekokinya jamu dari kunyit dagangannya yang sudah hampir busuk karena lama tak belanja dan tak berjualan akibat anaknya sakit ini. Si anak tak kunjung sembuh dalam waktu satu minggu tanpa bisa dibawa ke dokter karena tak punya uang dan akhirnya anak itu meninggal di dalam pelukannya. Sungguh sakit melihat wanita ini menangis menceritakan penderitaan anak bungsunya itu.
Betapa sebuah keluarga, yang sama dengan keluarga kita, mendapat cobaan hidup seperti itu, namun tidak ada keluh kesah terucap dari bibir mereka, cermin penyesalan atas apa yang tengah mereka terima sebagai sebuah ujian dalam perjalanan hidupnya. Betapa berlimpahnya nikmat yang dirasakan orang selainnya seketika menjadi tidak berarti apa-apa di mata kurang bersyukurku, membandingkan dengan pribadi-pribadi tegar yang berserakan di hadapanku ini.
Dari mereka aku belajar tentang kesabaran dan keikhlasan. Betapapun berat beban hidup yang mereka hadapi mereka tetap bertahan demi apapun yang mereka sedang yakini. Aku juga melihat, bahwa manusia sesungguhnya dapat hidup dalam tingkat hidup yang sesulit apapun. Kita semua sesungguhnya berpotensi untuk menerima sifat sabar dan tegar serta kemampuan untuk mensyukurinya dari Tuhan. Tinggal bertanya kepada diri, apakah kita mau dan siap untuk menerimanya ?
Aku teruskan perjalananku, dan disepanjang jalan,di kiri dan kananku di pagi itu berderet-deret para wanita maupun para laki-laki yang sudah sepuh, dengan sisa tenaga dan semangatnya dalam usia tua mereka, menjajakan dagangannya. Barangkali nasib mereka tidak jauh berbeda dengan ibu yang baru saja kukisahkan. Bergumul dengan kerasnya kehidupan dan tak ada siapa tempat memohon pertolongan, kecuali kepada Tuhan satu-satunya tempat meminta.
Semoga Allah melindungi mereka
Semoga Allah-pun membuka mata hati kita
Amiin
Wednesday, March 16, 2011
Sampan Kayu Tua
Sampan kayu tua terayun-ayun
Dindingnya lemah berlubang sudah
Badai seharian ini telah mengoyak lambung rentanya
Dan burung pelikan hanya menatapnya kosong
Angin Timur masih berhembus kencang
Dan sampan kayu tua tak hendak menghentikan lajunya
Dipilihnya larik-larik gelombang yang tengah murka
Sekali deburan lagi ia akan terhempas
Lalu mengapa rindu itu masih bersemayam
Bukankah telah berlalu cinta semusim itu ?
Sedang daun-daun telah berguguran
Dan burung gereja telah bermunculan
Sampan kayu tua menepi
Mencari-cari pasir pijakan tak pasti
Melarung jejak di lautan badai
Menenggelamkan diri di dalam sunyi
Dindingnya lemah berlubang sudah
Badai seharian ini telah mengoyak lambung rentanya
Dan burung pelikan hanya menatapnya kosong
Angin Timur masih berhembus kencang
Dan sampan kayu tua tak hendak menghentikan lajunya
Dipilihnya larik-larik gelombang yang tengah murka
Sekali deburan lagi ia akan terhempas
Lalu mengapa rindu itu masih bersemayam
Bukankah telah berlalu cinta semusim itu ?
Sedang daun-daun telah berguguran
Dan burung gereja telah bermunculan
Sampan kayu tua menepi
Mencari-cari pasir pijakan tak pasti
Melarung jejak di lautan badai
Menenggelamkan diri di dalam sunyi
Wednesday, March 9, 2011
Lihat Albumku Tuhan
Tuhanku.......
Hari ini bukan hari ulang tahunku, bukan ulangtahun siapapun. Tetapi,tidak harus pada hari ulang tahun orang mentafakuri perjalanan hidupnya bukan ?.
Aku mencoba membuka "Album kenangan hidupku", kuamati satu persatu, dan kudapati "gambar-gambarnya" yang beraneka tema dan cerita. Mulai gambar2 masa kecilku hingga masaku kini, dan mencoba membayangkan akan seperti apa gambaranku nanti.
Aku tercenung...... menatap satu potret di tengah halaman "albumku" itu...."Selembar foto" masa bertahun-tahun hidupku, hidup di dalam idealisme yang kutemukan disaat-saat pencarianku akan makna kehidupan. Dimana hal ini pernah membawaku pada kegairahan untuk bekerja bahkan berjuang demi sirnanya haus jiwaku akan sesuatu yang kuanggap kebenaran.
Idealisme yang tumbuh, yang diawali oleh rindu hatiku kepada Tuhan yang Mencipta segala sesuatu.
Selama masa itu,segala gelombang kehidupan kuhadapi dengan gigih dan kekuatan ide yang kupegang teguhi. Bahkan sampai pada fase dimana secara sadar kubawa seluruh episode hidupku di dalam lingkarannya.
Bertahun-tahun kujalani kehidupan itu....,hingga pada suatu titik,dimana hatiku bertanya...."Dimana Tuhan yang kucari? ....Yang untuk itu kujalani hidup dengan tabah....
Mengapa hanya simbol-simbolNYA saja yang ditinggikan, sedang kepada DiriNYA aku merasa semakin jauh.
Belasan tahunku berganti menjadi kegundah gulanaan. Adakah idealisme yang dipancangkan di atas dasar kebenaran,justru menjauhkan insan dari Penciptanya dan dari tuntunan utusanNYA....???
Adakah Kebenaran yang mengajarkan kemuliaan akhlaq,justru menjauhkan insan dari menyayangi sesamanya.....
Tersungkur dalam sujud dan air mata, do'aku...............Kiranya Tuhan menunjukkan padaku Kebenaran itu.
Kebenaran yang hakiki, bukan idealisme yang angkuh, idealisme yang dipimpin oleh nafsu, idealisme yang haus kekuasaan, yang memandang manusia lain lebih rendah dan sesat ,yang karena itu merasa memiliki musuh dimana-mana.....
Tersadar aku...Bahwa manusia membutuhkan pembimbing........
Namun bukan pembimbing yang penuh otaknya dengan isi kitab-kitab agama atau "berbuih" mulutnya dengan Nash2 Al-Qur'an dan Hadist.
Manusia membutuhkan Pembimbing yang Allah sendiri yang memilihnya bagi mereka dan lalu penerusnya yang berhak dan sah hingga akhir zaman.......
Kutatap albumku......Semua tentang perjalananku....
Perjalanku yang merindukanMU Tuhan, yang untuk itu kuhabiskan waktuku mencariMU.........
Terima kasih Allah Tuhanku, bersama Sang Pembimbing, harapku.....Tak lama lagi...,dapat selamat berjumpa dengan MU......aamiin
Hari ini bukan hari ulang tahunku, bukan ulangtahun siapapun. Tetapi,tidak harus pada hari ulang tahun orang mentafakuri perjalanan hidupnya bukan ?.
Aku mencoba membuka "Album kenangan hidupku", kuamati satu persatu, dan kudapati "gambar-gambarnya" yang beraneka tema dan cerita. Mulai gambar2 masa kecilku hingga masaku kini, dan mencoba membayangkan akan seperti apa gambaranku nanti.
Aku tercenung...... menatap satu potret di tengah halaman "albumku" itu...."Selembar foto" masa bertahun-tahun hidupku, hidup di dalam idealisme yang kutemukan disaat-saat pencarianku akan makna kehidupan. Dimana hal ini pernah membawaku pada kegairahan untuk bekerja bahkan berjuang demi sirnanya haus jiwaku akan sesuatu yang kuanggap kebenaran.
Idealisme yang tumbuh, yang diawali oleh rindu hatiku kepada Tuhan yang Mencipta segala sesuatu.
Selama masa itu,segala gelombang kehidupan kuhadapi dengan gigih dan kekuatan ide yang kupegang teguhi. Bahkan sampai pada fase dimana secara sadar kubawa seluruh episode hidupku di dalam lingkarannya.
Bertahun-tahun kujalani kehidupan itu....,hingga pada suatu titik,dimana hatiku bertanya...."Dimana Tuhan yang kucari? ....Yang untuk itu kujalani hidup dengan tabah....
Mengapa hanya simbol-simbolNYA saja yang ditinggikan, sedang kepada DiriNYA aku merasa semakin jauh.
Belasan tahunku berganti menjadi kegundah gulanaan. Adakah idealisme yang dipancangkan di atas dasar kebenaran,justru menjauhkan insan dari Penciptanya dan dari tuntunan utusanNYA....???
Adakah Kebenaran yang mengajarkan kemuliaan akhlaq,justru menjauhkan insan dari menyayangi sesamanya.....
Tersungkur dalam sujud dan air mata, do'aku...............Kiranya Tuhan menunjukkan padaku Kebenaran itu.
Kebenaran yang hakiki, bukan idealisme yang angkuh, idealisme yang dipimpin oleh nafsu, idealisme yang haus kekuasaan, yang memandang manusia lain lebih rendah dan sesat ,yang karena itu merasa memiliki musuh dimana-mana.....
Tersadar aku...Bahwa manusia membutuhkan pembimbing........
Namun bukan pembimbing yang penuh otaknya dengan isi kitab-kitab agama atau "berbuih" mulutnya dengan Nash2 Al-Qur'an dan Hadist.
Manusia membutuhkan Pembimbing yang Allah sendiri yang memilihnya bagi mereka dan lalu penerusnya yang berhak dan sah hingga akhir zaman.......
Kutatap albumku......Semua tentang perjalananku....
Perjalanku yang merindukanMU Tuhan, yang untuk itu kuhabiskan waktuku mencariMU.........
Terima kasih Allah Tuhanku, bersama Sang Pembimbing, harapku.....Tak lama lagi...,dapat selamat berjumpa dengan MU......aamiin
Thursday, March 3, 2011
Bagaimana Dia Tahu Kau Sayang Padanya ?
Bagaimana dia tahu kau menyayanginya ?
Bagaimana dia tahu kau mencintainya ?
Apakah kau meninggalkan pesan pendek dan mengatakan bahwa dia orang yang kau rindukan ?
Apakah kau berbalik dan berlari kepadanya setelah kau lupa belum mengecupnya saat kau akan pergi ?
Tidak cukup menyayangi seseorang hanya karena ikatan tersurat
Kau perlu menunjukkannya atau dia akan gelisah seumur hidupnya meragukan ketulusanmu
Apakah kau membelikannya sebatang coklat saat kau meminta maaf padanya ?
Apakah kau mengenakan warna baju kesukaannya untuk memanjakan matanya ?
Setiap orang ingin hidup bahagia
Dan kebahagiaan itu salah satunya mendapat perhatian dari orang yang kau sayangi.
Mengapa kau malu memperlihatkannya
Sedang dia hadiah terindah yang pernah kau miliki
Yang kau selalu memintanya kepada Tuhan saat kau belum mendapatkannya
Apakah matamu "tersenyum" dan suaramu lembut saat kau berbicara kepadanya ?
Apakah kau membimbing tangannya saat kau berjalan disisinya ?
Apakah kau mengusap rambutnya dan mengelus punggung tangannya saat dia terbaring sakit ?
Apakah kau bisikkan di telinganya bahwa kau adalah orang yang beruntung karena mendapatkan cintanya ?
Bagaimana dia tahu kau mengasihinya ?
Bagaimana dia tahu kau memuliakannya ?
Jika kau enggan menunjukkannya.
Hingga taqdir memisahkan
Jadilah pribadi terindah yang pernah diberikan Tuhan untuknya
♥
Saat orang kita cintai akan pergi barulah kita tahu betapa berharganya dia dalam hidup kita
So, nikmatilah saat-saat bersamanya dengan penuh cinta
Bagaimana dia tahu kau mencintainya ?
Apakah kau meninggalkan pesan pendek dan mengatakan bahwa dia orang yang kau rindukan ?
Apakah kau berbalik dan berlari kepadanya setelah kau lupa belum mengecupnya saat kau akan pergi ?
Tidak cukup menyayangi seseorang hanya karena ikatan tersurat
Kau perlu menunjukkannya atau dia akan gelisah seumur hidupnya meragukan ketulusanmu
Apakah kau membelikannya sebatang coklat saat kau meminta maaf padanya ?
Apakah kau mengenakan warna baju kesukaannya untuk memanjakan matanya ?
Setiap orang ingin hidup bahagia
Dan kebahagiaan itu salah satunya mendapat perhatian dari orang yang kau sayangi.
Mengapa kau malu memperlihatkannya
Sedang dia hadiah terindah yang pernah kau miliki
Yang kau selalu memintanya kepada Tuhan saat kau belum mendapatkannya
Apakah matamu "tersenyum" dan suaramu lembut saat kau berbicara kepadanya ?
Apakah kau membimbing tangannya saat kau berjalan disisinya ?
Apakah kau mengusap rambutnya dan mengelus punggung tangannya saat dia terbaring sakit ?
Apakah kau bisikkan di telinganya bahwa kau adalah orang yang beruntung karena mendapatkan cintanya ?
Bagaimana dia tahu kau mengasihinya ?
Bagaimana dia tahu kau memuliakannya ?
Jika kau enggan menunjukkannya.
Hingga taqdir memisahkan
Jadilah pribadi terindah yang pernah diberikan Tuhan untuknya
♥
Saat orang kita cintai akan pergi barulah kita tahu betapa berharganya dia dalam hidup kita
So, nikmatilah saat-saat bersamanya dengan penuh cinta
Foto dipinjam dari http://matanews.com/wp-content/uploads/awet-muda.jpg
Subscribe to:
Posts (Atom)