"Seandainya ku dapat memilih...
Kan kupilih paras paling rupawan untuk wajahku
Kan ku pilih binar terindah dan pandangan paling jelas untuk kedua mataku
Kan kupilih ukiran tercantik dan pendengaran paling tajam untuk telingaku.
Kan kupilih ruh paling tenang dan rasa paling tentram untuk hatiku.
Namun tak seorang mendapat perkenan
Telah mendahului sebuah ketetapan
Bahwa segala perbedaan akan menjadi ujian"
***
Berkali-kali diizinkan Allah bertemu dan berbincang *langsung maupun secara on-line* dengan anak-anak maupun dewasa yang berkebutuhan khusus, membuatku merasa sering disentil Tuhan, bahwa betapa berlimpah ni'mat yang sering aku cuek menerima keberadaannya, saat mana orang lain yang berkebutuhan khusus justru merinai air mata bersyukur saat bisa mendapat sedikit rezeki untuk menabung agar dapat membeli Alat Bantu Dengar yang ternyata begitu mahal harganya *saat ini bisa mencapai Rp.10 juta,- per unit dengan kualitas terbaik* atau Alat Bantu Memandu bagi orang yang berkelainan penglihatan.
Dari cerita-cerita yang dikisahkan, aku baru memahami bahwa betapa berat beban para orang tua yang dikaruniai anak berkebutuhan khusus. Bayangkan seorang ibu dan ayah yang baru menyadari ternyata putra atau putri yang dikasihinya menderita gangguan penglihatan, atau gangguan dengar atau bahkan gangguan mental.
Bayangkan bagaiamana rasanya jika kita sendiri yang semula dapat melihat dunia ini terang benderang, tiba-tiba harus menerima kegelapan pandangan mata seumur hidup. Atau yang biasanya dapat bercerita dengan keluarga dan teman, saling menelfon dengan kerabat atau orang yang dicintai tanpa hambatan, tiba-tiba suara-suara mereka hilang dari zona pendengaran.
Betapa hitam pekatnya dunia yang dahulu nampak luas, betapa sunyi dan sepinya dunia yang dahulu ramai. Betapa pilunya hati menyadari bahwa segala ni'mat yang pernah dimiliki kini telah pergi.
Sedang sikap manusia sering tak ramah. Kadang seperlunya, tetapi lebih sering menista. Seakan kehadiran mereka tiada guna. Untuk apa dimuliakan. Dan ini tak hanya pada tingkat pribadi per pribadi, bahkan melembaga pada sistem sosial dan kemasyarakatan hingga berujung pada ketidak adilan perangkat hukum yang seharusnya melindungi kaum yang diberi keterbatasan raga ini.
Tidak sedikit, bahkan sangat banyak saudara-saudara kita berkebutuhan khusus yang mendapat perlakuan tidak adil bahkan tidak manusiawi dari lingkungan sekitar yang kurang terdidik dengan baik. Kata-kata cacian walau disampaikan dengan bercanda dalam intonansi paling halus sekalipun terasa menusuk bagai sembilu. Sebutan orang cacat, tuli, buta yang bagi kebanyakan kita terasa biasa-biasa saja, bagai mengelus pipi seseorang dengan selendang sutra, namun percayalah, bagi mereka hal itu sesakit diturih tajamnya beling.
Belum lagi perlakuan lembaga-lembaga yang lebih besar, seperti lembaga pendidikan atau lembaga ketenaga-kerjaan misalnya yang belum sepenuhnya memberikan ruang yang luas bagi warga yang berkebutuhan khusus untuk mengimplementasikan kemampuannya, memanifestasikan karya-karyanya, mewujudkan cita-citanya.
Banyak dari generasi ini yang berkebutuhan khusus ternyata pandai dalam bidang akademis, tidak kalah bahkan melebihi kemampuan sebayanya. Diantara mereka pada saat sama menjalani test akademis untuk masuk perguruan tinggi besar di negeri ini ternyata bisa lolos mendahului teman-temannya yang lain. Banyak diantara mereka pada saat sama menjalani test akademis untuk masuk sebagai calon pegawai negeri ternyata juga bisa lolos.
Dan lebih jauh dari itu, kita sering mendengar Tuhan sedang "berbicara" kepada kita melalui mereka yang berkebutuhan khusus. Pernah melihat seorang wanita yang tak memiliki kedua tangannya lagi, ia melukis di atas kanvas dengan jari-jari kakinya.
Pernah melihat laki-laki yang juga tak memiliki kedua tangannya ? ia bekerja sebagai ahli reparasi arloji atau jam tangan yang begitu pelik dengan mata dan kakinya.
Banyak "kalam yang berbicara" kepada kita mengabarkan bahwa walau telah kehilangan salah satu fungsi tubuhnya, namun mereka tak kehilangan kemampuan fungsi tubuh lainnya, dan terutama tidak kehilangan hati nuraninya yang oleh sebab itu mereka tetap bersemangat menjalani kehidupan yang diberikan Tuhannya.
Malu hatiku kepada Tuhanku
Betapa miskinnya aku dari rasa syukurku
Mengabaikan ni'mat Tuhan yang tak meminta bayaran
Pada segala kemudahan dariNYA kusia-siakan
Seandainya ku dapat memilih, kan kupilih untuk tak kan memilih ketentuanNYA
Mereka yang berkebutuhan khusus sama dengan kita semua
Tak sedikitpun perbedaan diantara kita
Perdulikan mereka
Sayangi mereka
♥
Sedikit menjelaskan, saya kutip dari ensiklopedia bebas Wikipedia :
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Kan kupilih paras paling rupawan untuk wajahku
Kan ku pilih binar terindah dan pandangan paling jelas untuk kedua mataku
Kan kupilih ukiran tercantik dan pendengaran paling tajam untuk telingaku.
Kan kupilih ruh paling tenang dan rasa paling tentram untuk hatiku.
Namun tak seorang mendapat perkenan
Telah mendahului sebuah ketetapan
Bahwa segala perbedaan akan menjadi ujian"
***
Berkali-kali diizinkan Allah bertemu dan berbincang *langsung maupun secara on-line* dengan anak-anak maupun dewasa yang berkebutuhan khusus, membuatku merasa sering disentil Tuhan, bahwa betapa berlimpah ni'mat yang sering aku cuek menerima keberadaannya, saat mana orang lain yang berkebutuhan khusus justru merinai air mata bersyukur saat bisa mendapat sedikit rezeki untuk menabung agar dapat membeli Alat Bantu Dengar yang ternyata begitu mahal harganya *saat ini bisa mencapai Rp.10 juta,- per unit dengan kualitas terbaik* atau Alat Bantu Memandu bagi orang yang berkelainan penglihatan.
Dari cerita-cerita yang dikisahkan, aku baru memahami bahwa betapa berat beban para orang tua yang dikaruniai anak berkebutuhan khusus. Bayangkan seorang ibu dan ayah yang baru menyadari ternyata putra atau putri yang dikasihinya menderita gangguan penglihatan, atau gangguan dengar atau bahkan gangguan mental.
Bayangkan bagaiamana rasanya jika kita sendiri yang semula dapat melihat dunia ini terang benderang, tiba-tiba harus menerima kegelapan pandangan mata seumur hidup. Atau yang biasanya dapat bercerita dengan keluarga dan teman, saling menelfon dengan kerabat atau orang yang dicintai tanpa hambatan, tiba-tiba suara-suara mereka hilang dari zona pendengaran.
Betapa hitam pekatnya dunia yang dahulu nampak luas, betapa sunyi dan sepinya dunia yang dahulu ramai. Betapa pilunya hati menyadari bahwa segala ni'mat yang pernah dimiliki kini telah pergi.
Sedang sikap manusia sering tak ramah. Kadang seperlunya, tetapi lebih sering menista. Seakan kehadiran mereka tiada guna. Untuk apa dimuliakan. Dan ini tak hanya pada tingkat pribadi per pribadi, bahkan melembaga pada sistem sosial dan kemasyarakatan hingga berujung pada ketidak adilan perangkat hukum yang seharusnya melindungi kaum yang diberi keterbatasan raga ini.
Tidak sedikit, bahkan sangat banyak saudara-saudara kita berkebutuhan khusus yang mendapat perlakuan tidak adil bahkan tidak manusiawi dari lingkungan sekitar yang kurang terdidik dengan baik. Kata-kata cacian walau disampaikan dengan bercanda dalam intonansi paling halus sekalipun terasa menusuk bagai sembilu. Sebutan orang cacat, tuli, buta yang bagi kebanyakan kita terasa biasa-biasa saja, bagai mengelus pipi seseorang dengan selendang sutra, namun percayalah, bagi mereka hal itu sesakit diturih tajamnya beling.
Belum lagi perlakuan lembaga-lembaga yang lebih besar, seperti lembaga pendidikan atau lembaga ketenaga-kerjaan misalnya yang belum sepenuhnya memberikan ruang yang luas bagi warga yang berkebutuhan khusus untuk mengimplementasikan kemampuannya, memanifestasikan karya-karyanya, mewujudkan cita-citanya.
Banyak dari generasi ini yang berkebutuhan khusus ternyata pandai dalam bidang akademis, tidak kalah bahkan melebihi kemampuan sebayanya. Diantara mereka pada saat sama menjalani test akademis untuk masuk perguruan tinggi besar di negeri ini ternyata bisa lolos mendahului teman-temannya yang lain. Banyak diantara mereka pada saat sama menjalani test akademis untuk masuk sebagai calon pegawai negeri ternyata juga bisa lolos.
Dan lebih jauh dari itu, kita sering mendengar Tuhan sedang "berbicara" kepada kita melalui mereka yang berkebutuhan khusus. Pernah melihat seorang wanita yang tak memiliki kedua tangannya lagi, ia melukis di atas kanvas dengan jari-jari kakinya.
Pernah melihat laki-laki yang juga tak memiliki kedua tangannya ? ia bekerja sebagai ahli reparasi arloji atau jam tangan yang begitu pelik dengan mata dan kakinya.
Banyak "kalam yang berbicara" kepada kita mengabarkan bahwa walau telah kehilangan salah satu fungsi tubuhnya, namun mereka tak kehilangan kemampuan fungsi tubuh lainnya, dan terutama tidak kehilangan hati nuraninya yang oleh sebab itu mereka tetap bersemangat menjalani kehidupan yang diberikan Tuhannya.
Malu hatiku kepada Tuhanku
Betapa miskinnya aku dari rasa syukurku
Mengabaikan ni'mat Tuhan yang tak meminta bayaran
Pada segala kemudahan dariNYA kusia-siakan
Seandainya ku dapat memilih, kan kupilih untuk tak kan memilih ketentuanNYA
Mereka yang berkebutuhan khusus sama dengan kita semua
Tak sedikitpun perbedaan diantara kita
Perdulikan mereka
Sayangi mereka
♥
Sedikit menjelaskan, saya kutip dari ensiklopedia bebas Wikipedia :
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.
Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.
istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.