Thursday, December 30, 2010

Pribadi Pilihan

Tiada keistimewaan moment apapun bagi orang-orang yang tidak istimewa
Waktu berlalu begitu saja tiada arti
Hanya orang-orang yang spesial yang menganggap hari-harinya adalah hadiah terindah dari Tuhannya
Menjaga dan merawatnya dengan apapun yang dimilikinya
Agar dapat mempersembahkan yang terbaik di dalam kehidupannya



Setiap kita adalah jiwa-jiwa yang faqir
Namun dijadikan Tuhan memiliki potensi yang baik untuk membangun peradaban yang luhur
Semuanya dimaksudkan agar menjadi pribadi-pribadi yang indah
Pantas untuk dapat berpulang kembali kepadaNYA dalam keadaan yang terbaik
Mendapatkan Rela dan Ridha-NYA yang tak ada apapun di dunia yang bisa menandinginya



Walau diri terkungkung keterbatasan raga
Ada lemah karena penyakit ataupun batasan usia
Namun cita-cita dan impian terbang melampaui cakrawala
Sayapnya mencapai ke segala penjuru semesta
Kiranya Tuhan berkenan  menjadikan tahun yang baru sebagai masa yang penuh berkah dengan rahmat dan fhadilatNYA




♥ Selamat Tahun Baru 2011 sahabat-sahabatku ♥

Semoga menjadi tahun dimana setiap kita menjadi pribadi-pribadi  pilihan yang lebih baik , amiin

Thursday, December 23, 2010

Hadiah Terindah

Apa yang anak (seberapapun usianya) ingat, atas ibunya pada saat mereka berjauhan oleh jarak maupun alam yang telah berbeda ?

Jika ibunya pernah menjadi seorang pegawai, apakah anak akan mengingat saat-saat dia ditinggal ibunya pelatihan beberapa hari di suatu tempat untuk mendapatkan kenaikan jenjang profesi ? Atau saat-saat ibunya dalam setiap sekian tahun naik jabatan?

Jika ibunya pernah menjadi seorang pekerja swasta, apakah anak akan mengingat saat-saat ibunya mendapat keuntungan besar sehingga dapat membelikannya aneka mainan saat ia kecil dahulu ? Atau saat-saat ibunya menerima komisi dari perusahaannya sehingga dapat membawanya jalan-jalan kemanapun ia sukai ?

Jika ibunya seorang ibu rumah tangga apakah anak akan mengingat seberapa banyak ibunya menyediakan mainan dan makanan-makanan enak untuknya ?. Atau baju apa yang ibunya berikan saat ulang tahunnya ?


Kupandangi anak-anakku. Mereka dengan usianya yang masih sangat belia selalu membahagiakanku dengan beraneka caranya.

Seringkali jika aku sedang asyik membaca atau menulis di komputerku, tiba-tiba Zahra ada di dekatku, lalu mencium pipiku dan bilang bahwa ia sayang padaku.

Putriku ini juga sering menulis surat yang berisi rasa sayangnya dan permintaan maafnya kalau ia merasa melakukan kesalahan kepada ibunya.

Sering merasa bersalah, karena aku hampir tidak pernah membuat surat sayang buat dia, kecuali di hari ulang tahunnya.

Faishal (panggilannya Aal) berbeda dalam sifat, ia tidak mengutarakannya secara verbal. Tapi ia tunjukkan dengan perhatian berupa membantuku jika nampak ibunya ini kesulitan mengangkat sesuatu. Padahal Aal sendiri badannya kecil. Dia juga akan mengasuh adik kecilnya kalau melihat ibunya sedang kerepotan memasak atau mencuci pakaian.

Fadhly (Adek) lain lagi. Suatu saat aku sedang menjemur pakaian. Ia berdiri di belakangku dan terdengar bergumam :

"kasian ummi capek ya"
Aku nengok sebentar dan bilang :

"Kalo gitu, adek do'ain ummi ya"
Tidak lama aku dengar dia berdo'a dibelakangku yang masih terus menjemur pakaian, aku dengar dia berdo'a :

"Ya Allah, tolong Ummi. Ummi jangan sakit ya Allah. Adek sayang ummi"


Begitu banyak hal yang seorang ibu terima dari Tuhannya berupa kebahagiaan melalui anak-anaknya. Yang dari sana akupun belajar bahwa tiadalah kasih sayang seorang ibu itu melainkan datang dari Tuhan, bukan dari kekuatannya sendiri sebagai orang yang melahirkan membesarkan. Tuhan menganugrahinya kebahagiaan dengan cara ia bisa mencintai dan mengasihi anak-anaknya sedemikian rupa dalam bentuknya yang berbeda-beda.


Tentang hal ini, aku sering merasa bahwa sebagai anak, banyak kekuranganku dalam kemampuanku untuk bisa membahagiakan kedua orang tuaku khususnya ibuku. Tetapi dalam pandanganku dan dalam apa yang beliau ucapkan, aku tahu ibuku bahagia memiliki kami putri-putrinya. Beliau tidak pernah melainkan selalu meneteskan air mata setiap awal bertemu atau akan berpisah denganku. Melalui air matanya aku tahu ibuku mencintaiku.


Ibuku dahulu seorang guru sekolah dasar. Tetapi tiada yang kuingat hingga saat ini kecuali Ibuku selalu pulang ke rumah menemui kami dengan senyum khasnya. Membawakan sedikit oleh-oleh berupa makanan kecil di setiap beliau pulang. Aku mengingatnya saat beliau ngobrol berdua saja denganku menceritakan kisah cintanya sebelum dengan ayahku (hehe). Aku mengingatnya saat ia marah padaku karena sesuatu hal, lalu ia datang ke kamarku dan menjelaskan mengapa beliau marah kepadaku, dan bahwa ia menyayangiku sesungguhnya. Aku pun mengingatnya saat beliau akan berangkat ke tanah suci, ibuku memelukku dalam balutan mukenanya, dan menangis memohon maaf kepadaku belum bisa menjadi ibu yang baik untukku.


Maka demikian pula yang aku ingin anak-anakku ingat tentangku jika aku telah tiada nanti. Bahwa dengan segala kekuranganku sebagai ibu mereka, aku tetaplah sangat mencintai dan mengasihi mereka dengan sepenuh hatiku. Bahwa sebagai siapapun mereka sekarang dan nanti, aku selalu menyayangi mereka dengan segenap perasaanku.


Hanya satu yang kumintakan dari Tuhanku, bahwa semoga kiranya DIA berkenan menjadikanku seorang ibu yang baik dan tepat untuk anak-anakku. Dapat menemani kehidupan mereka di dunia dengan segala yang dapat mencerdaskan dan membahagiakan mereka. Dan bahwa segala kekuranganku janganlah sampai menyakiti lahir dan bathin mereka selamanya.


Kiranya demikianlah harapan semua ibu di dunia untuk putra putri mereka, yang tidak akan pernah bisa cukup kutuliskan disini. Yang untuk itu cinta kita kepada ibu sepantasnya dipersembahkan dalam bentuk yang terbaik, karena kita telah menjadi hadiah terindah untuk mereka.

♥ Selamat Hari Ibu ♥


Wednesday, December 15, 2010

Merunduk Sejenak di Hari Asy-Syura' [Detik-Detik Tanah Memerah]

Memulai menulis 'note' ini dengan sedikit kebingungan, saat explore ke sumber-sumber literatur on-line mengenai sejarah hari Asy-Syuura' selalu ada kesan yang diberikan bahwa peringatan hari itu hanya dimiliki oleh komunitas tertentu saja di kalangan kaum muslimin, seperti misalnya kaum Syi'ah, kaum Salafi, Tarekat Qadariyah, jama'ah-jama'ah Ahlul Bayt, sebagian kaum Sunni dan sebagainya yang nota bene kelompok-kelompok yang saya sebutkan itu semuanya mengaku sebagai umat Islam. Dan memang demikian sebagian besar faktanya, di literatur-literatur cetak pun biasanya pembahasan tentang hal ini dilakukan oleh sumber-sumber berbasis komunitas-komunitas itu.


Sambil terus browsing, didalam hatiku berserak pertanyaan-pertanyaan bukankah di dalam sejarah hari itu ada peristiwa besar yang menimpa keluarga Nabi Muhammad saw, peristiwa hitam yang menimpa keluarga junjungan kita semua, keturunan Nabi kita yang sama. Mengapa ada pemilahan seolah-olah Asyuura hanya diperingati oleh kelompok tertentu saja di kalangan kaum muslimin, dan yang lain tidak perlu 'sedalam' itu mengacuhkannya. Sedang kematian siapapun dari keturunan Nabi Adam tanpa hak adalah suatu kekejian yang tidak pantas dan tidak berhak dilakukan oleh siapapun. Dan dari sanalah perjalananku menyibak peristiwa hitam di Padang Karbala dimulai. Dan aku hanya dapat menunduk dihadapan kebesaran kesabaran yang telah diperlihatkan keluarga Nabi saw khususnya sang putra dari sd.Ali karomallahuwajhah, Husein bin Ali bin Abi Thalib ra.


Karbala adalah permadani pasir yang menghampari bagian sunga Eufrat di Irak. Padang tandus yang matahari siang dan bintang-bintang malamnya telah menjadi saksi bagaimana keluarga, darah daging Nabi Muhammad sendiri, putra-putri  Az-Zahra telah dibuat kelaparan dan kehausan dalam sebuah blokade oleh pasukan dari rezim bani Umayyah, atas penolakan mereka terhadap pengangkatan Yazid bin Mu'awiyyah sebagai khalifah menggantikan tampuk kepemimpinan monarchi ayahnya Mu'awiyah. Dan pada puncaknya, di hari yang hari ini kaum muslimin dunia memperingatinya sebagai hari Asyuura' dahulu pada tanggal 10 Muharram 61 H atau tanggal 10 Oktober 680 M terjadi pertempuran yang sangat tidak seimbang antara sekitar 70 orang dari kalangan keluarga Nabi para Ahlul Bait yang dipimpin oleh cucu dari Nabi Muhammad saw yaitu Husain Bin Ali bin Ali Thalib melawan kebrutalan pasukan Ubaidillah bin Ziyad atas perintah Yazid bin Muawiyyah.


Jauh sebelumnya telah diberitakan oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah saw. Ummu Salamah isteri tercinta Rasulullah saw menuturkan:
" Ketika hendak tidur Rasulullah saw gelisah, ia berbaring kemudian bangun, berbaring dan bangun lagi. Aku bertanya kepadanya: "Mengapa engkau gelisah ya RasulAllah? Rasulullah saw menjawab:  
Baru saja Jibril datang kepadaku memberitakan bahwa Al-Husein akan terbunuh di Karbala. Ia membawa tanah ini dan simpanlah tanah ini. Jika tanah ini kelak telah berubah warna menjadi merah pertanda Al-Husein telah terbunuh.” Dan Ummu Salamah pun menyimpan tanah itu.

Al-Husein (sa) yang telah mengetahui rencana Khalifah (Yazid) untuk memeranginya, mengajak keluarganya dan sahabat-sahabat Nabi saw yang masih hidup saat itu untuk bergabung bersamanya. Sebelum meninggalkan kota Madinah, Al-Husein (sa) pergi berziarah ke pusara kakeknya Rasulullah saw. Di kubur Kakeknya ia membaca doa dan menangis hingga larut malam dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi Rasulullah saw datang kepadanya, memeluknya dan mencium keningnya. Dalam mimpinya Rasulullah saw berpesan:

“Wahai Husein, ayahmu, ibumu dan kakakmu menyampaikan salam kepadamu, mereka rindu kepadamu ingin segera berjumpa denganmu. Wahai Husein, tidak lama lagi kamu akan menyusulku dengan kesyahidanmu.” Lalu Al-Husein terbangun.

Di kubur kakeknya Al-Husein berjanji dan bertekah untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, menyampaikan Islam sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Ia mendatangi keluarganya dan mengajak sebagian sahabat-sahabat Nabi saw yang masih hidup saat itu untuk bergabung bersamanya.

Ketika akan meninggalkan kota Madinah menuju ke Irak, Al-Husein berpamitan kepada Ummu Salamah yang menangis dan mengantarkan kepergiannya dengan linangan air mata, ia terkenang saat bersama Rasulullah saw dan teringat akan
pesan yang disampaikan kepadanya.


Kini Al-Husein dan rombongannya berangkat menuju Irak. Karena lelahnya perjalanan , Al-Husein dan rombongan yang tidak lebih dari 73 orang berhenti di padang Karbala. Rombongan Al-Husein (sa) terdiri dari keluarganya dan sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. Mereka memancangkan kemah-kemah di padang Karbala untuk berteduh dari sengatan panas matahari dan istirahat karena lelahnya perjalanan yang sangat  jauh.


Karena jauhnya perjalanan Al-Husein dan rombongannya kehabisan bekal. Mereka dalam keadaan haus dan lapar. Sebagian dari mereka berusaha mengambil air dari sungai Efrat, tapi mereka dihadang oleh pasukan Ibnu Ziyad. Mereka tetap berusaha keras mengambil air untuk dipersembahkan kepada Al-Husein dan keluarganya serta rombongan yang
kehausan. Tapi mereka gagal karena diserang oleh anak-anak panah pasukan Ibnu Ziyad, dan mereka berguguran menjadi syuhada’.

Deru suara kuda terdengar dari kejauhan. Semakin lama suara itu semakin jelas bahwa suara itu adalah suara deru kuda pasukan Ibnu Ziyad yang jumlahnya ribuan. Rombongan Al-Husein yang jumlahnya tidak lebih dari 73 orang terdiri dari  anak-anak kecil dan wanita dari keluarganya, dan sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. Mereka harus berhadapan dengan ribuan pasukan Ibnu Ziyad gubernur pilihan Yazid bin Muawiyah.


10 Muharram 61 H, pasukan Ibnu Ziyad mulai melakukan serangan pada rombongan Al-Husein yang dalam keadaan haus dan lapar. Salah seorang anggota pasukan melancarkan anak panah pada leher anak Al-Husein yang masih bayi dan berada dalam pangkuan ibunya, sehingga mengalirlah darah dan meninggallah bayi yang tak berdosa itu.


Pada sore hari 10 Muharram 61 H, pasukan Al-Husein banyak yang berguguran. Sehingga Al-Husein (sa) tinggallah seorang diri dan beberapa anak-anak dan wanita. Dalam keadaan haus dan lapar di depan pasukan Ibnu Ziyad , Al-Husein (sa) berkata: “Bukalah hati nurani kalian, bukankah aku adalah putera Fatimah dan cucu Rasulullah saw. Pandanglah aku baik-baik, bukankah baju yang aku pakai adalah baju Rasululah saw.”


Tapi sayang seribu sayang iming-iming hadiah jabatan dan materi dari Yazid bin Muawiyah, kecuali Al-Hurr telah membutakan pasukan Ibnu Ziyad untuk tidak memperdulikan ajakan Al-Husein (sa), mereka menyerang Al-Husein yang tinggal seorang diri. Serangan itu disaksikan oleh Zainab (adiknya), Syaherbanu (isterinya), Ali bin Husein (puteranya), dan rombongan yang masih hidup yang terdiri dari wanita dan anak-anak.
Pasukan Ibnu Ziyad melancarkan anak-anak panah pada tubuh Al-Husein, dan darah mengalir dari tubuhnya yang sudah lemah. Akhirnya Al-Husein terjatuh di tengah-tengah  para syuhada’ dari pasukannya.


Melihat Al-Husein terjatuh dan tak berdaya, Syimir dari pasukan Ibnu Ziyad turun dari kudanya, menginjak-injakkan kakinya ke dada Al-Husein, lalu menduduki dadanya dan menghunus pedang, kemudian menyembelih leher Al-Husein yang dalam kehausan, sehingga terputuslah lehernya dari tubuhnya. Menyaksikan peristiwa yang tragis ini Zainab
dan isterinya serta anak-anak kecil menangis dan menjerit tragis. Tidak hanya itu kekejaman Syimir, ia melemparkan kepala Al-Husein yang berlumuran ke kemah Zainab. Semakin histeris tangisan Zainab dan isterinya menyaksikan kepala Al-Husein yang berlumuran darah berada di dekatnya.


Zainab menangis dan menjerit, jeritannya memecah suasana duka. Ia merintih sambil berkata: Oh… Husein, dahulu aku menyaksikan kakakku Al-Hasan meninggal diracun oleh orang terdekatnya, dan kini aku harus menyaksikan kepergianmu dibantai dan disembelih dalam keadaan haus dan lapar. Ya Allah, ya Rasullallah, saksikan semua ini. Al-Husein telah meninggalkan kami dibantai di Karbala dalam keadaan haus dan lapar. Dibantai oleh ummatmu yang mengharapkan syafaatmu. Ya Allah, ya Rasulallah Akankah mereka memperoleh syafaatmu sementara mereka menghinakan keluargamu, dan membantai Al-Husein yang paling engkau cintai?


10 Muharram 61 H, bersamaan akan tenggelamnya matahari, mega merah pun mewarnai kemerahan di ufuk barat, saat itulah tanah Karbala memerah, dibanjiri darah Al-Husein dan para syuhada’ Karbala. Bumi menangis, langit dan seluruh penghuninya berduka atas kepergian Al-Husein pejuang kebenaran dan keadilan.



Kini rombongan Al-Husein  yang masih hidup tinggallah adiknya Zainab dan isterinya, Ali putra Al-Husein yang sedang sakit (Ali bin Husein / Zainal Abidin hidup dari th 658-713) , dan sisa rombongannya yang masih hidup yang terdiri dari anak-anak dan wanita. Mereka diikat rantai dan digiring dalam keadaan haus dan lapar, dari Karbala menuju kantor gubernur Ibnu Ziyad yang kemudian mereka digiring ke istana Yazid bin Muawiyah di Damaskus. Dalam keadaan lemah, lapar dan haus, mereka dirantai dan digiring di sepanjang jalan kota Kufah. Mereka disaksikan oleh penduduk Kufah yang berbaris di sepanjang jalan. Sebagian pasukan membawa kepala Al-Husein untuk dipersembahkan kepada Yazid.


Dari sebagian sumber riwayat menuturkan bahwa sejak kepergian Al- Husein dari Madinah,  Ummu Salamah selalu memperhatikan tanah yang dititipkan oleh Rasulullah saw, dan saat tanah itu berubah warna menjadi merah, Ummu Salamah selalu menangis pilu.


Penulisan kisah ini bukan untuk membangkitkan dendam. Dan tiada gunanya dendam kita untuk para Ahlul Bait yang bagi mereka sesungguhnya kehidupan dan kematian telah menjadi hal yang sama, karena selama hidupnya mereka berjalan dimuka bumi seperti orang kebanyakan namun hati mereka selalu bergantung kepada TuhanNYA, senantiasa diliputi dzikir dalam setiap diam dan bergeraknya kepada Dzat yang Al-Ghaib namun mutlak keberadaanNYA yang Allah asmaNYA.


Memperingati peristiwa Asy-Syura' hanya sepenggal moment untuk kita bertafakur diri untuk dapat mengalahkan ke-Yazid-an nafsu kita sendiri. Karena jika dilihat dari sejarah manapun, nafsu yang tidak terkendali akan menjerumuskan manusia pada titik kekejian yang terdalam. Nafsu serakah, nafsu berkuasa dalam berbagai skala tingkatannya telah membawa manusia di sepanjang zaman saling berperang satu sama lain. Bagaimana kita dapat belajar untuk dapat menempatkan sesuatu pada haknya walaupun hal itu pahit dan teramat berat, dan walaupun taruhannya adalah nyawa sekalipun.


Semoga Allah senantiasa mengaruniakan Rahmat dan Fadhilah-NYA untuk kita semua.
Amiin


Bogor, 10 Muharram 1432 H /  16 Desember 2010

Saturday, December 11, 2010

Kendatipun Kapal akan Karam, Tegakkan Hukum dan Keadilan [Memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia]


Kata-kata di atas adalah penggalan kalimat yang diucapkan mantan Jaksa Agung Republik Indonesia di periode Kabinet Persatuan dari 6 Juni 2001 sampai wafatnya pada 3 Juli 2001. Almarhum Prof. Dr. Baharuddin Lopa. Berkaitan dengan hari korupsi sedunia, dimana kata-kata ini telah membuat semua orang kembali memiliki harapan besar akan munculnya keadilan di negeri yang subur dengan praktek korupsi di setiap sendinya ini.

Bagaimana tidak issue tentang hal ini memang telah banyak membakar manusia di sepanjang sejarah dunia, geram dengan merajalelanya korupsi di kehidupan mereka. Yang kalau saja tidak menjerumuskan mereka pada jurang kemiskinan pada titik yang paling nadir, niscaya hal ini tidak akan menjadi pembicaraan terus menerus hingga saat ini.


Bagaimanapun fenomena korupsi telah mengharu biru kehidupan berbangsa dan bernegara di banyak tempat di dunia, karena dengannya secara sistematis telah menggerogoti sendi keberadaan dan kehidupan negara itu sendiri dengan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada pemimpin-pemimpinnya dari akibat yang ditimbulkannya, pemiskinan terstruktur yang diciptakan budaya korupsi sama sekali jauh dari cita-cita awal berdirinya negara itu sendiri.



Dari sejak tanggal 9 hingga hari ini memperhatikan bagaimana orang-orang mensikapi Hari Anti Korupsi. Mencari tahu ke perpustakaan Google dan yang didapat hanya dua besar yang menguasai 'page one', yaitu ritual peringatan oleh jajaran aparat pemerintahan dan demonstrasi massa. Hampir-hampir tidak ada perubahan berarti walaupun peringatan ini digelar setiap tahunnya mengingat masih banyaknya kasus-kasus korupsi yang belum terselesaikan tanpa menafi'kan upaya pemerintah yang telah bergulir dalam menangani masalah ini.


Semula banyak yang ingin dimuat dalam postingan ini diantaranya nama-nama tokoh dunia dan dalam negeri yang ditasbihkan sebagai tokoh-tokoh paling korup. Tapi apalah gunanya kita membaca deretan nama dan dosa yang dikalungkan kepada mereka, apabila hal itu tetap saja tidak merubah jiwa-jiwa setiap kita untuk mau berjuang setidaknya bergerak untuk melawan badai korupsi di negeri ini.


Alangkah lebih baik menurutku untuk mengingat sepak terjang tokoh yang dapat menginspirasi kehidupan kita untuk bisa hidup secara jujur, apa adanya, tiada yang ditakuti kecuali hanya Tuhan semesta alam  seperti yang telah ditunjukkan oleh seorang laki-laki pemberani yaitu Baharuddin Lopa.


Beliau lahir di Mandar, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1935. Beliau dikenal sebagai tokoh pejuang keadilan yang mewariskan ketegasan dan keberanian dalam penegakkan hukum di Indonesia.


Dalam usia 25, Baharuddin Lopa, sudah menjadi bupati di Majene, Sulawesi Selatan. Ia, ketika itu, gigih menentang Andi Selle, Komandan Batalyon 710 yang terkenal kaya karena melakukan penyelundupan.


Lopa pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan Barat, dan mengepalai Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta. Sejak 1982, Lopa menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Pada tahun yang sama, ayah tujuh anak itu meraih gelar doktor hukum laut dari Universitas Diponegoro, Semarang, dengan disertasi Hukum Laut, Pelayaran dan Perniagaan yang Digali dari Bumi Indonesia.


Begitu diangkat sebagai Kajati Sulawesi Selatan, Lopa membuat pengumuman di surat kabar: ia meminta masyarakat atau siapa pun, tidak memberi sogokan kepada anak buahnya. Segera pula ia menggebrak korupsi di bidang reboisasi, yang nilainya Rp 7 milyar. Keberhasilannya itu membuat pola yang diterapkannya dijadikan model operasi para jaksa di seluruh Indonesia.Dengan keberaniannya, Lopa kemudian menyeret seorang pengusaha besar, Tony Gozal alias Go Tiong Kien ke pengadilan dengan tuduhan memanipulasi dana reboisasi Rp 2 milyar. Padahal, sebelumnya, Tony dikenal sebagai orang yang ''kebal hukum'' karena hubungannya yang erat dengan petinggi. Bagi Lopa tak seorang pun yang kebal hukum.


Lopa menjadi heran ketika Majelis Hakim yang diketuai J. Serang, Ketua Pengadilan Negeri Ujungpandang, membebaskan Tony dari segala tuntutan. Tetapi diam-diam guru besar Fakultas Hukum Unhas itu mengusut latar belakang vonis bebas Tony. Hasilnya, ia menemukan petunjuk bahwa vonis itu lahir berkat dana yang mengalir dari sebuah perusahaan Tony.


Sebelum persoalan itu tuntas, Januari 1986, Lopa dimtasi menjadi Staf Ahli Menteri Kehakiman Bidang Perundang-undangan di Jakarta. J. Serang juga dimutasi ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan. (sumber Database Tokoh Indonesia di  http://www.tokohindonesia.com)


Ketika menjabat sebagai Jaksa Tinggi di Makasar ia memburu seorang koruptor kakap. Ia juga pernah memburu kasus korupsi mantan presiden Soeharto saat ia tengah menjabat sebagai Sekretaris Jendral Komnas HAM dengan mendatangi kawan-kawannya di Kejaksaan Agung dimana saat itu akhirnya mantan presiden Soeharto berhasil diajukan ke pengadilan walaupun Hakim saat itu gagal mengadilinya karena alasan kesehatan. Jika anda ingin membaca statementnya secara langsung silahkan dilihat disini pada wawancara beliau oleh Hani Pudjiarti dari TEMPO Interaktif.


Akhir riwayat sang pemberani ini cukup menjadi perhatian publik, ada kontroversi disana yang menyangkut penyebab kematiannya. Di kalangan sementara orang ada yang meyakini bahwa kematiannya disengaja (mirip kasus Munir) oleh fihak-fihak yang merasa posisinya dirugikan dengan sepak terjang laki-laki yang meninggal pada usia 66 tahun ini.


Banyak kenangan berkesan yang didapat oleh rekan-rekan sejawatnya akan keberanian lelaki ini, diantaranya yang diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara UI, Margarito Ganis, menurutnya saat ini dibutuhkan sosok Jaksa Agung yang seperti Baharuddin Lopa.Sosok yang ada diantara sekian banyak kata-katanya yang tidak pernah dilupakan Enang, salah satunya adalah:
“Kendatipun kapal akan karam, tegakkan hukum dan keadilan".


Suri tauladan, itulah yang generasi ini butuhkan. Lebih efektif dari sekian banyak upacara peringatan dan perayaan-perayaan lainnya. Dan Baharuddin Lopa telah memberikannya bukan hanya pada saat menjalani profesinya, akan tetapi juga pada kehidupannya seluruhnya. Beliau telah mempraktekkan kesederhanaan hidup dan kejujuran di dalam rumah tangganya yang untuk itu, apapun sepak terjang yang telah dilakukannya telah menyulitkan para penerus sesudahnya.


Selamat jalan Bapak Baharuddin Lopa, sungguh kami semua sangat menginginkan hadirnya sosok-sosok berani seperti anda. Semoga Allah menerima seluruh dharma baktimu dalam sebaik-baik penerimaanNYA, amiin.