Monday, September 27, 2010

Cinta Tanpa syarat

Mendapat inspirasi untuk postingan kali ini dari hasil diskusi dengan teman boleh kan ?
Walaupun mungkin tidak persis sesuai dengan isi diskusi itu yang lebih menitik beratkan pada perso'alan definisi. Kali ini saya tidak ingin bingung dan membuat bingung pembaca.
Hanya ingin bicara cinta pasangan sepuh yang di saat usia tua mereka tidak kehilangan cinta sederhananya saat mereka memulainya dahulu .


Dalam diskusiku itu aku mengangkat kisah cinta dua tokoh yang berbeda dengan orang kebanyakan. Yang pertama kisah Ferrasta Soebardi alias mas Pepeng Soebardi dan istrinya mbak Utami, dan yang kedua kisah cinta BJ Habibie dan Sri Ainun Bestari.


Saat mendengar cerita mas Pepeng di televisi pada program Kick Andy di Metro Televisi, ada satu scene dimana saya begitu terkesan karena saya memang orang yang jijikan dengan makhluk bernama ulat/ belatung. Namun justru discene ini ada kisah tentang ulat, bahwa  di atas kasurnya kini setiap hari mas Pepeng menjalani kehidupannya. Istrinya pernah mengambil ulat-ulat (belatung) di dalam daging kakinya dengan pinset setiap hari, dan saking susahnya ia mengambil ulat itu, mas Pepeng menyuruhnya menggunting sedikit kulitnya dan istrinya melakukannya.

Setiap hari mbak Tami mengurus suaminya yang sudah tak bisa apa-apa dan kemana-mana lagi selain di atas kasurnya dengan penyakit langka ini, tentu saja saya meyakini dengan segala dinamikanya mbak Tami pun tentu memiliki saat-saat hatinya tidak nyaman, gundah, marah, resah. Namun apa yang membuat beliau tetap bertahan disisi suaminya ? Begitupun mas Pepeng, dalam kondisi seperti itu pastilah sebagai lelaki ia masih memiliki dan mengharap cinta kepada istrinya, namun terbayang bagaimana perang terjadi dalam bathinnya menghadapi kenyataan ia tak bisa membuktikan cintanya dalam bentuk yang ia inginkan karena penyakitnya.

Aku membaca puisi mas Pepeng untuk istrinya yang cukup memberiku gambaran tentang apa yang bergejolak di dalam dadanya :

Puisi Buat Tami

Dua orang mahasiswa mengikat cinta dalam perkawinan untuk menghindari berbagai hubungan yang dilarang Sang Khalik.
Hari itu, 30 Oktober 1983, si pria 29 tahun dan gadisnya 22 tahun. Dua orang mahasiswa mengikat cinta dalam perkawinan untuk mendapat keturunan sepeti yang diperintahkan Sang Khalik.

Anak pertama lahir, si bapak mengurus, menjaga malam hari, mengganti popok, dan memandikan, si ibu menyusui. Mereka masih muda dan saling mencinta. Si pria 32 tahun dan kekasihnya 25 tahun.

Si pria sudah sarjana, setelah 10 tahun, setelah mempunyai anak dua. Mereka masih muda dan saling mencinta, si pria 34 tahun dan kekasihnya 27 tahun.
Si pria sudah bekerja, kekasihnya sudah sarjana, anak mereka sudah empat. Hari itu mereka memasuki rumah yang diidamkan oleh setiap keluarga. Mereka masih bugar dan saling mencinta. Si pria 42 tahun dan kekasihnya 35 tahun.

Hari ini si pria 54 tahun, ia tergeletak karena sakitnya didampingi oleh kekasihnya yang 47 tahun, tidak muda lagi menjelang ulang tahun perkawinan mereka yang ke-25.

Dalam sakitnya, berkelebat semua kenangan dengan kekasihnya. Dalam sakitnya ia menulis untuk kekasihnya:
“Dik Uta,” demikian panggilan kesayangan sang pria setelah sakit untuk kekasihnya yang bernama Utami.

Saya tidak akan pernah lupa ketika awal penyakit itu datang kamu menenangkan saya dengan kata-kata, “Kita sedang menjalani peran baru.”

Subhanallah, Dik Uta, kata-kata itu sangat menjadi inspirasi untuk saya menjalani sakit saya. Saya selalu berdoa, “ Ya Allah berilah kecerdasan untuk kami agar kami selalu melihat semua ketetapan-Mu melalui sudut pandang yang membahagiakan.”
Peran baru, itu adalah salah satu sudut pandang yang cerdas dan membahagiakan.
Ah, Dik Uta, terlalu banyak dan panjang jika saya tulis betapa besar rasa terima kasih atas ketegaranmu menjalani peran baru ini.

Saya tahu Dik Uta sedih, tapi kamu tetap tegar.
Saya tahu Dik Uta takut, tapi kamu tetap tegar.

Saya tahu Dik Uta lelah, tapi kamu tetap tegar, mengurus saya, membersihkan dan membalikkan bada saya setiap satu jam di malam hari.

Saya tahu Dik Uta ingin jalan-jalan untuk menghilangkan jenuh, tapi kamu tetap tegar mendampingi saya karena saya tidak bisa ditinggal terlalu lama sendiri.

Saya tahu Dik Uta selalu mengharapkan kata-kata cinta dari saya, tapi kamu tetap tegar walau kamu tak pernah mendengar kata-kata itu.

Hari ini kamu akan mendengar dari mulut saya.

"Dik Uta, aku cinta kamu tanpa batas. "

"Saya akan selalu bahagiakan kamu tanpa batas. "

"Saya akan selalu ada untuk kamu tanpa batas. "

Kelak kalau saya sudah bisa jalan, kita akan pergi kemana pun kamu mau, yang selama ini tidak pernah kita lakukan.

Dik Uta, pikirkanlah yang terbaik tentang cita-cita kita, karena Allah berfirman, "Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku."

Februari, 2009
Pepeng Ferrasta



Aku termenung dihadapan "pelajaran Tuhan" ini, bagaimana keikhlasan telah ditunjukkan.

Dan inilah salah satu puisi seorang engineer bidang mesin yang brilliant yang diakui dunia, menjadi menteri riset dan teknologi beberapa dasawarsa, bahkan pernah menjadi Presiden Republik Indonesia, tetapi pada saat berhadapan dengan cintanya kepada wanita yang menjadi istrinya selama hampir seluruh hidupnya, kitapun akan meleleh membaca setiap huruf yang ia rangkaikan.

Puisi Untuk Ainun

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,

selamat jalan,
calon bidadari surgaku ....
BJ.HABIBIE


Dan ini do'a pak Habibie yang beliau ucapkan saat tengah menggelar tahlil di rumah beliau di Patra Kuningan Jakarta.

"Ya Allah, lindungilah Ainun, di manapun dia berada. Tempatkanlah Ainun di sisi-Mu, dan berikan Ainun kekuatan, kesabaran, ketentraman, pertolongan dan kenikmatan di sisi-Mu, ya, Allah," pinta Habibie.
"Jika tiba waktunya saya sudah bisa melaksanakan itu semua, dan Engkau berpendapat saya boleh pulang, pulangkanlah ke rumah saya. Rumah saya adalah di tempat mana Ainun sudah tinggal lebih dahulu kini"

Mendengar kisah cinta hingga maut memisahkan mereka sudah banyak kita ketahui mulai dari televisi hingga tulisan-tulisan teman. Namun yang membuatku terpana adalah saat membaca penuturan Dr.dr.Ahsan seorang dokter keluarga B.J Habibie.


Dr.dr Ahsan berkata :"Dia menceritakan bahwa istrinya sudah dirawat disana sejak beberapa waktu & istrinya mengidap penyakit Alzheimer. Lalu kutanya apakah istrinya akan marah kalau dia datang terlambat. Dia menjawab bahwa istrinya sudah tidak lagi dapat mengenalinya sejak 5 thn terakhir".

Dr.dr Ahsan sangat terkejut dan  berkata,
"Dan bapak masih kesana setiap hari walaupun istri bapak sudah tidak kenal lagi?" Dia tersenyum, seketika itu tangannya menepuk tangan Dr. Ahsan sambil berkata,
"Dia memang tidak mengenali saya, tapi saya masih mengenali dia kan?" Dr. Ahsan menahan air mata sampai kakek itu pergi, tangan Dr. Ahsan masih tetap merinding, Cinta kasih seperti itulah yang semua kita mau dalam hidup



Cinta sesungguhnya justru akan nampak di saat seseorang merasa tidak bisa memiliki lagi cintanya. 

Saya suka dengan quote :
"Orang yang paling berbahagia tidaklah harus memiliki segala sesuatu yang terbaik, mereka hanya berbuat yang terbaik pada apa yang mereka miliki".

Cinta yang sederhana, Cinta tanpa syarat.


-------------------------------------------------------------------------------------------
PS : Untuk sementara saya konfirmasikan bahwa foto saya pinjam dari Google Image karena saya tidak bisa membuka link sumbernya.

Thursday, September 23, 2010

Belajar Membalik Watak

"Hari Perdamaian Sedunia ???"
Biasa, reaksi orang kurang informasi ya begini ini. Tapi memang begitu adanya saat membaca postingan teman pada tanggal 21 September 2010 lalu (oke deh, tepatnya postingan berjudul Dimana Ya Damainya ?).

Masalahnya pada hari itu, sepanjang yang kuketahui dari pemberitaan-pemberitan di televisi maupun internet, justru terjadi banyak sekali ketidakdamaian di negeri ini maupun di belahan dunia lain. Melanjutkan fenomena yang sama menyedihkannya dengan hari-hari sebelumnya, dan aku khawatir hal yang sama akan tetap berlangsung di hari-hari selanjutnya, di sepanjang hidup kita akan menyaksikan banyak kengerian kemanusiaan yang tidak hanya menimpa manusia-manusia yang mengaku dewasa dengan segala yang dimilikinya, melainkan juga menimpa manusia-manusia tak berdaya seperti anak-anak, orang-orang yang berusia sepuh, dan orang-orang tak berpunya baik dalam hal fisik, mental maupun harta.


Apakah perdamaian tidak mungkin bisa diwujudkan ?

Apakah tidak bisa kini orang-orang semakin banyak yang menguasai ilmu pengetahuan untuk membuat perdamaian menjadi nyata ?
Apakah tidak cukup kini orang-orang banyak mengaku beragama untuk membuat perdamaian dapat diwujudkan ?
Apakah makna perdamaian itu sendiri sesungguhnya ?
Benarkah jika hal itu menjadi tujuan ?

Seolah-olah kita sudah kehilangan harapan bahkan di negri yang katanya penduduknya relijius, ramah dan suka bergotong royong ini. Apa yang salah yang telah berjalan selama ini dan tidak kita sadari ?

Mungkin karena kita malas belajar,
  • Malas untuk belajar "membaca" dinamika kehidupan, sehingga tak bisa mengambil saripati hikmahnya.
  • Malas untuk belajar mengejawantahkan ilmu pengetahuannya untuk kebaikan kemanusiaan, banyak orang yang intelek namun hanya sekedar menyempitkan otaknya dengan angka-angka, tapi tidak memperkaya pemahamannya terhadap kehidupan.
  • Malas untuk belajar bahwa memeluk agama yang diyakininya sebagai perwujudan imannya bukanlah sekedar hiasan, kata lain untuk narsisme religitas juga bukan stempel untuk melegalisir perbuatan-perbuatan yang sesungguhnya disemangati hasrat nafsu pribadinya.
  • Malas untuk belajar memahami bahwa segala bentuk perbedaan kemanusiaan di dunia ini adalah berasal dari Tuhan juga, yang seharusnya menjadi rahmat bagi akalnya untuk mendapatkan rahasia-rahasia kebesaran Tuhannya.
  • Malas untuk belajar dari sejarah, bahwa manakala segala perbedaan itu dipaksa agar menjadi sama, maka akan hancurlah dunia yang dibangun atas perbedaan yang harmony itu.
  • Malas untuk belajar menyadari jika dirinya telah terjerumus pada sikap-sikap rendah seperti merasa diri lebih baik dari yang lain, merasa dan mengaku paling benar sendiri.
  • Malas untuk belajar menyetir wataknya agar dapat sesuai dengan fitrahnya sendiri yang hanif.

Pada point terakhir yang tersebut diatas kiranya dapat menjadi program bersama yang pantas untuk "dibelajarkan" kembali kepada kita semua, yakni untuk belajar membalik watak. Watak yang biasa diperbudak oleh watak manusia pada umumnya sekarang ini. Salah satunya adalah apabila dicela, mendapat perlakuan yang disangkanya tidak menyenangkan, dihina, digunjing, apalagi terkena fitnah, segera saja nafsunya yang berbicara. Tidak bisa menerima, mendendam, mengancam, marah bahkan mengamuk (ini yang terjadi hampir di seluruh belahan negri ini khususnya).


Akan lain halnya apabila orang yang niatnya sangat kuat untuk didekatkan oleh Allah kepada-NYA, maka hal itu justru diterima dengan lapang dada, bahkan disyukuri sebagai alat untuk memperbaiki diri.

Mungkin masih ada waktu untuk kita belajar hari ini...
Selamat hari perdamaian sedunia, kapanpun itu.


Thursday, September 16, 2010

Ikuti Kata Hatimu

Pernah nonton film 'Three Idiots" ? Disutradarai oleh Rajhkumar Hirani. Film yang menurutku cerdas jalan ceritanya dan sangat menginspirasi. Dulu nonton film India suka suntuk, apalagi kalo udah ada adegan cari-cari pohon sama tiang bendera buat dipake nyanyi dan nari, uhh repot banget. Sekarang sudah banyak film India yang bagus dan mendidik walaupun tetep senderan di pagar dan tembok masih ada kayaknya hehehe. Sudah terlambat membahas film bagus ini, dirilis akhir tahun 2009 lalu (walaupun ada beberapa adegan yang tidak baik untuk ditiru) aku ingin mengambil hikmahnya aja.


Menonton film itu membuatku ingat dengan keponakanku. Dia bisa mendapatkan profesi sesuai dengan kata hatinya. Keponakanku Erin namanya, sangat suka dengan kucing sejak kecil. Orang tuanya (kakakku) penyayang binatang, ada banyak peliharaan di kebunnya, dan kucing ini termasuk peliharaan yang dibiarkan berkeliaran di dalam rumah. Erin dan kedua adik perempuannya semua sama mencintai binatang berbulu lebat ini.


Aku tidak menduga, perjalanan hidup Erin membawanya pada profesi yang ia inginkan. Setelah lulus dari SMA di daerahnya ia melanjutkan pendidikannya ke jurusan peternakan di IPB Bogor. Dan menyelesaikan seluruh pendidikan kedokteran hewannya di UGM Yogya.


Bahagiaku untuknya, sekarang ia sudah menikah dan mengandung anaknya yang pertama, bersama suami dari bidang profesi yang hampir sama ia nampak sangat menikmati hari-harinya.
Yang pake kerudung hitam ini Erin

Erin dan teman-teman berpose didepan kandang sapi, suami Erin di belakang asyik dengan pasiennya :)


Banyak dari kita yang menjalani profesinya tidak sesuai dengan hati nuraninya, membuat pelakunya berat menjalaninya. Jangankan untuk bisa berdedikasi dan berintegritas, mau disiplin aja sulit. Makanya menurutku banyak kejadian diberitakan di TV seperti PNS ( yang bukan PNS juga banyak) sering bolos atau mangkir, pas jam kerja keluyuran di mall-mall, menurutku mereka adalah orang-orang yang kurang mencintai pekerjaannya. Hanya mengharapkan salarynya aja, nggak fair memang.


Apa yang aku "lihat" di film yang tersebut di atas bisa menjadi inspirasi untuk kita semua, untuk mengikuti kata hati dalam memutuskan profesi apa yang akan kita pilih dalam kehidupan kita, sebelum kita menyesalinya.


Banyak orang tua (mungkin termasuk kita sendiri) sering memaksakan kehendak kepada anak-anak kita, disadari atau tidak. Memasukkan mereka ke sekolah-sekolah tertentu untuk mengarahkan masa depan mereka. Menyuruh mereka les ini dan itu yang melelahkan otak dan hati mereka, karena belum tentu itu yang mereka suka dan inginkan walau dari "luar" mereka tampak enjoy-enjoy saja.



Kita lebih menginginkan mempunyai anak yang otaknya jenius daripada anak yang berani menghadapi kehidupan dengan apa yang ia punya. Kita lebih menginginkan memilik anak yang terkenal daripada anak yang bahagia dengan masa kecilnya. Kita lebih menginginkan memiliki anak yang asal punya pekerjaan di masa dewasanya daripada anak yang berintegritas tinggi terhadap pekerjaannya apapun itu. Tak heran banyaknya koruptor di masa kini menurutku juga karena mereka tidak benar-benar mencintai pekerjaannya, hanya mengambil "manfaatnya" saja untuk memperkaya dirinya sendiri.



Banyak kita lihat dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat kita, jika bapaknya polisi cenderung akan mengarahkan anaknya jadi polisi juga, jika bapaknya tentara cenderung akan mengarahkan anaknya jadi tentara juga, orang tuanya guru maka anak-anaknya pasti ada yang menjadi guru juga, orangtuanya dokter maka anak-anaknya tidak akan jauh-jauh dari profesi itu.



Memang tidak salah jika orang tuanya seorang pengusaha menginginkan anaknya jadi pengusaha juga atau profesi-profesi lain. Tapi kita tidak boleh mengabaikan kata hati anak, mereka juga memiliki hak untuk bahagia dengan profesinya kelak.



Sebagai orang tua yang mencintai mereka kita bisa membaca apa minat mereka sejak kecil, apa saja kecenderungannya, apa yang mereka minati. Kemudian membantu memberikan gambaran kepada anak-anak kita tentang apa yang disukainya dan kemungkinan-kemungkinannya di masa depan.


Alhamdulillah, aku sendiri telah merasakannya, bagaimana memiliki profesi yang sesuai dengan minat dan bakatku sendiri. Aku dapat melakukan hobyku sekaligus mendapatkan bonusnya berupa salary yang cukup dalam pandanganku. Yang penting aku bahagia, dan ketika kita bahagia menjalani profesi kita, maka secara otomatis kita akan menyerahkan segala integritas kita dalam pekerjaan itu.


Ada quote menarik dalam film Three Idiots yang aku suka :
"Ikutilah kata hatimu, sebelum kau berbaring di ranjang kematianmu dan menyesali keputusanmu dahulu, percayalah all is well (maksudnya mungkin "everything is gona be okay").


So tunggu apa lagi, semangaatt....!!!


Monday, September 6, 2010

Lebaran Besok Juga Buatmu Sayang, Walau Dunia Terasa Sunyi



Sekedar kicauan di dalam hati, saat menatapmu sendirian dijendelamu


Sedang apa kamu sayang ?
Matamu jauh menatap teman-teman yang ramai bermain di luar sana.
Mengapa tak bergabung bersama mereka ?
Adakah kau mengetahui apa yang sedang mereka tertawakan ?
Atau memahami apa yang sedang mereka bicarakan ?


Apakah kau merasa tersisihkan ?
Bukankah kamupun berpuasa hari ini ?
Dan tak pernah menyerah untuk hidup hingga detik ini ?
Walau duniamu terasa sunyi...



Ah bodohnya aku
Tentu saja kamu tak tahu semua itu
atau mungkinkah ada yang tak kusadari
Bahwa kamu selalu berusaha mencari
Apa yang dapat kamu lihat tapi tak bisa kau maknai




Karena kau tak bisa mendengarnya
Dan tak ada yang bisa membantumu mendengarnya



Lebaran besok juga untukmu sayang
Walau tak bisa kau dengar suara takbir mendayu-dayu
Walau tak bisa kau dengar suara beduk bertalu-talu
Namun munajatku menanjak naik
Bahwa Tuhan menaburkan damainya malam Fitri ini untukmu
Bahwa DIA hangat "memelukmu" dalam sepimu




Lebaran besok juga untukmu sayang
Walau dunia terasa sunyi


*Didedikasikan untuk anak-anak tuna rungu di negeri ini, khususnya yang masih berjuang mendapatkan alat bantu dengar (ABD) hingga hari ini, peluk sayangku untukmu*




Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H
Mohon Maaf Lahir dan Bathin


PS : Illustrasi dipinjam dari sini



Wednesday, September 1, 2010

Mengapa Harus Bertemu (Lagi) ?

Ah mengapa harus bertemu lagi ? Aku tak ingin mengingatmu. Disini kamu membangunkan tidurku dari segala tentangmu. Aku telah melupakanmu belasan tahun, dan belasan tahun pula aku selalu gagal, karena kamu tak mau pergi dari otakku. Kini kamu muncul dihadapanku, lengkap dengan semua kenangan itu.


Aku benci mengingat pertama kali beradu pandang denganmu. Padahal sumpah, aku tidak bermaksud memperhatikanmu saat itu. Sebel rasanya jika sampai kamu menganggapku menyukaimu. Tapi mengapa waktu itu selalu kutunggu kemunculanmu untuk melihat reaksi di matamu setiap kali kuberdandan cantik dengan kuncir di rambutku ya ?.


Bukan aku yang menginginkan pertemuan ini. Karena aku akan ingat betapa lemasnya lututku saat kamu mendekatiku dan menanyakan nomor telphone-ku. Kamu tahu ? malam itu aku terlambat tidur gara-gara menunggu dering telphone darimu dan berbincang panjang tentang banyak perso'alan hingga larut malam. Aku yakin kamu tak pernah tahu, betapa akhirnya aku tak bisa tidur lagi sesudahnya, entah mengapa tubuhku seperti melayang, walau terasa aneh tetapi nyaman.


Hmm...sudah lima belas tahun, tak ada perlunya kita bertemu lagi. Aku marah mengingat degup di jantungku yang selalu mendadak tidak normal setiap berdekatan denganmu. Suaraku akan terdengar tidak biasa, bicara gemetar dan susunan bahasa yang kacau. Tak cukup dengan itu, keringat tiba-tiba bercucuran di badanku. Aku tak suka harus mengingat kamulah penyebab semua penyakitku kumat saat itu.


Tapi tak apalah, jangan kamu harap aku akan kalah lagi kali ini. Aku tak kan mempan dengan semua hujanan pesonamu. Aku hanya akan membaca inbox ini dengan hati sedingin es batu, karena kamu memang bukan apa-apaku lagi. Bukankah kau hanya sekedar menyapaku :


" Assalamu'alaikum, apa kabar Nie ? Masih ingat aku ? Sudah lima belas tahun nggak ketemu ya, tapi kamu nggak berubah, still sweet as ever :).
Boleh aku minta nomor HP-mu Nie ? Ada yang ingin aku bicarakan, please ..."

................................................................

(Tuhan, ada apa dengan lututku ini, lemas sekali. Terduduk aku di sudut kamarku, meredam degup jantung yang mendadak kencang....)



***


Ini asli buat ikutan lomba prosa cinta-nya mbak
Eka (katanya harus cinta-cintaan) dalam rangka merayakan ultah perkawinannya dan blognya Cerita Eka (CE).
Terimakasih buat mbak Antung Apriana atas infonya ya mbak.